Minggu, 16 Februari 2020

Sejarah Perkembangan Islam Di Kerajaan Mandar


Kita sering dengar Kerajaan-kerajaan Di Mandar terdiri dari Pitu Ulunna Salu dan Pitu Ba'bana Binanga (Tujuh Kerajaan di Hulu Sungai dan Tujuh Kerajaan Di Muara Sungai). Tapi tahukah anda, kerajaan-kerajaan apa saja yang dimaksud?
Kerajaan-kerajaan yang di maksud adalah :
Pitu Baqbana Binanga (PBB), meliputi:
1.     Kerajaan Balanipa;
2.     Kerajaan Binuang;
3.     Kerajaan Sendana;
4.     Kerajaan Banggae;
5.     Kerajaan Pamboang;
6.     Kerajaan Mamuju;
7.     Kerajaan Tappalang.
Pitu Ulunna Salu (PUS), meliputi:
1.     Kerajaan Tabulahan;
2.     Kerajaan Aralle;
3.     Kerajaan Mambi;
4.     Kerajaan Bambang;
5.     Kerajaan Rantebulahan;
6.     Kerajaan Matangnga;
7.     Kerajaan Tabang.
Masing-masing kerajaan menyandang gelar kebangsawanan berbeda untuk raja dalam menjalankan roda pemerintahannya, misalnya : 
- Raja Balanipa dan Raja Sendana bergelarArayang, 
- Raja Banggae dan Raja Pamboang bergelar Maraqdia, 
- Raja Tappalang dan Raja Mamuju bergelar Maradika, 
- Raja Binuang bergelar Arung, 
- Raja Rantebulahan, Raja Matangnga, Raja Tabang dan Raja Bambang, bergelar Indo Lembang, 
- Raja Aralle bergelar Indo Kadaneneq, 
- Raja Tabulahan bergelar Indo Litaq.
Kerajaan-kerajaan di Wilayah Mandar bukan hanya Pitu Ulunna Salu dan Pitu Babana Binanga, tetapi masih ada daerah kerajaan yang tidak bergabung pada kedua wilayah tersebut (wilayah netral), kerajaan tersebut dinamakan Tiparittiqna Uhai atau sering juga disebut Karua Babana Minanga (KBM), misalnya :
1. Kerajaan Alu;
2. Kerajaan Tuqbi;
3. Kerajaan Taraqmanu; 
dan masih ada beberapa kerajaan lainnya.
Semua kerajaan-kerajaan di Mandar ini saling menghormati pada bagian wilayah masing-masing dan saling membantu seakan-akan mereka sebenarnya satu wilayah layaknya satu negara kesatuan, makanya beberapa ahli sejarah Mandar berpendapat bahwa kerajaan di Mandar tidak berbentuk kerajaan layaknya kerajaan lain yang memerintah dan berdaulat di daerah sendiri tapi melainkan Satu Kesatuan Wilayah yang saling menghormati.
Masuknya agama Islam di Tanah Mandar
Pada abad ke-17 agama Islam telah masuk ke tanah mandar, saat itu pemerintahan di Wilayah Tanah Mandar masih berbentuk kerajaan. 
Diantaranya ada 2 kerajaan besar di Tanah Mandar pada masa itu yaitu kerajaan Binuang dan Kerajaan Balanipa. 
Awal penyebaran agama Islam di mulai dari daerah Kerajaan Binuang, yang disebarkan oleh seorang musafir bangsa arab yang berlabuh di kawasan Kerajaan Binuang
Dalam penyebaran agama Islam di Tanah Mandar saat itu tidak mendapatkan kesulitan berat, karena kebudayaan yang ada pada saat itu sudah berbau Islam. 
Sehingga agama Islam yang disebarkan diterima dengan baik oleh masyarakat terutama dari pihak kerajaan yang berkuasa pada saat itu. Berikut ini merupakan beberapa pendapat atau paham yang diperoleh dari beberapa nara sumber yang mengetahui mengenai sejarah masuknya agama Islam di Tanah Mandar :
Pendapat Abdullah ( Tokoh adat Balanipa )
Mengatakan bahwa asal mula penyebaran agama Islam datang dari Arab dan tiba di Wilayah Tanah Mandar Daerah Toma’ngalle, pada abad ke-17 (Toma’ngalle itu nama pada abad 17 dan sekarang diberi nama tammangalle ). Yang dibawah oleh seorang musafir yang bernama Kamaruddin Rahim.
Setelah beliau berada di Tamangalle, beliau menyebarkan agama Islam. Saat beliau melakukan shalat 5 ( lima ) waktu diatas batu yang berbentuk kasur, Beliau dilihat oleh warga sekitar dan melaporkan kejadian tersebut kepada raja Balanipa, kemudian beliau dijemput dan dibawa ke Kerajaan Balanipa. Arayang pada saat itu adalah Daetta’ Tummuanae (Raja ke-IV Kerajaan Balanipa). 
Ketika berada di wilayah Kerajaan Balanipa Beliau memutuskan untuk memilih tempat yang pedalaman agar lebih mudah untuk menyebarkan agama islam. Wilayah pada saat itu disebut Pallis, Raja dipallis pada saat itu Kannasunan. Dan pertama masuk islam pada saat itu adalah raja Pallis ( kannasunan ).
Pendapat Pundi (Tokoh Masyarakat Daerah Lambanan)
Mengatakan bahwa agama Islam mulanya dibawa oleh seorang berbangsa Arab dan tiba diwilayah mandar pada abad ke 17, Beliau bernama Kapar. Beliau menyebarkan agama islam di tanah mandar bersama dengan To Salama di daerah Goa (Yusuf). Perayaan hari besar Islam di Balanipa tidak akan terlaksana apabila Yusuf tidak ada. Hal ini dikarenakan saat itu Yusuf bertindak sebagai khatib di Balanipa dan Beliaulah yang mengajarkan tentang tata cara sebagai khatib.
Namun setelah beliau kembali ke Goa, Beliau digantikan oleh muridnya yaitu Sopu Gus Diris yang dikuatkan dengan diberikannya sebuah SK sebagai bukti pelimpahan wewenang sebagai khatib tanggal 5 Januari 1952 di Madjene.
Kapar (To Salama di Binuang) menyebarkan agama islam di Balanipa pada masa kepemimpinan Raja ke-IV, Tomatindo di Burio yang merupakan keturunan dari Torilaling (raja pertama). Islam berkembang luas di daerah Balanipa dikarenakan oleh adanya dukungan penuh dari raja yang berkuasa.
Penyebaran agama Islam pada masa itu terjadi secara berangsur-angsur dikarenakan sebuah kepercayaan baru yang datang pada suatu wilayah tentunya tidak akan langsung dapat diterima begitu saja. Sebelum Islam masuk, masyarakat Mandar menganut kepercayaan animisme yang banyak di pengaruhi oleh agama Budha dan Hindu dalam melakukan praktek-praktek penyembahan kepada Tuhan Yang Maha Esa. Dan dalam penyelesaian perselisihan atau sengketa di Tanah Mandar, kerajaan Balanipa memiliki 2 (dua) lembaga hukum yaitu:
1. Lembaga 1(Balanipa)
Dimana bala bararti sebuah kandang dan nipa adalah sejenis tumbuh-tumbuhan yang dijadikan bahan dalam pembuatan kandang tempat pertaruangan duel tikam menikam tersebut (berkelahi dalam kandang sampai salah satunya tewas, dan tewas dinyatakan bersalah sedangkan yang hidup dinyatakan benar).
2. Lembaga II (merendam tangan di air mendidih)
Yaitu mereka yang bersengketa merendam tangan di air mendidih (siapa yang lebih dahulu mengangkat tangannya maka ia lah yang bersalah).
Secara psikologis, 2 (dua) lembaga peradilan tersebut adalah untuk mempermudah penetapan hukum. Namun setelah Islam masuk dan diterima baik oleh masyarakat, khususnya pihak Kerajaan. Hukum yang dijalankan pada masa itu berangsur-angsur berubah dengan aturan-aturan yang ada di ajaran Islam.
Pendapat Arifin (Penjaga Makam Syaeh Bil Ma’ruf)
Menyatakan bahwa Islam masuk ke Tanah Mandar pada Abad ke-17 dibawa oleh Rahim Kamaruddin (Syaek Bil Ma’ruf), yang berasal dari Arab, Beliau tiba di Kerajaan Binuang dengan satu tujuan menyebarkan Islam di Tanah Mandar.
Ketika Beliau melaksanakan shalat, ada penduduk yang melihat, dan langsung melaporkan kejadian tersebut kepada Raja. Rajapun menemui Syeik Bil Ma’ruf untuk menanyakan siapa, dari mana, dan tujuan beliau datang ke Binuang. Kemudian Syeik Bil Ma’ruf menjelaskan maksud dan tujuannya yaitu menyebarkan Agama Islam. Awalnya Raja tidak percaya dan meminta bukti-bukti.
Beberapa bukti yang beliau perlihatkan diantaranya :
1. Berjalan di atas air
2. Memegang bara api
3. Shalat di atas daun pisang
4. Berjalan di atas pohon kelapa
Setelah melihat bukti-bukti tersebut, Raja percaya dan memeluk agama Islam, kemudian diikuti oleh para pejabat dan seluruh masyarakat.
Dari tiga pendapat diatas dapat ditarik sebuah kesimpulan, bahwa pembawa agama islam di Tanah Mandar memiliki nama yang berbeda – beda dari tiap wilayah. Namun setelah dilakukan penelitian dapat disimpulkan bahwa pembawa agama Islam yang pertama kali ditujukan hanya pada satu orang yaitu tosalama’ di Binuang.
Penyebaran Islam di Mandar
Penyebaran Islam di Tanah Mandar di mulai pada abad ke-17, oleh seorang musyafir bangsa Arab yang bernama Kamaruddin Rahim (Syaek Bil Ma’ruf). Awal penyebarannya Beliau menyebarkan agama Islam di Wilayah Kerajaan Binuang, Ketika beliau melaksanakan sholat diatas batu yang berbentuk kasur, Beliau dilihat oleh warga sekitar dan melaporkan pada raja Binuang. Lalu beliau dijemput untuk dibawa ke Raja Binuang. Setelah menghadap raja beliau menjelaskan maksud dan tujuannya. Hal tersebut diterima baik oleh pihak kerajaan dan diikuti oleh seluruh masyarakat.
Setelah Islam diterima di kerajaan Binuang, Kamaruddin Rahim (Syaek Bil Ma’ruf) memutuskan untuk melanjutkan perjalanan untuk menyebarkan agama Islam, diantaranya Majene dan Mamuju. Dalam perjalanan (berlayar), Beliau mendapatkan hambatan dilaut yaitu salah arah menuju ke Balanipa. sehingga beliau memberi nama tempat itu Salahbose’. Dan pada saat itu pula beliau memutuskan untuk singgah di Balanipa, diwilayah Toma’ngalle (Toma’ngalle itu nama pada abad 17 dan sekarang diberi nama tammangalle ) untuk menyebarkan agama Islam.
Ketika beliau melakukan sholat, diatas batu yang berbentuk kasur. Beliau dilihat oleh warga sekitar dan melaporkan pada raja Balanipa, lalu beliau dijemput untuk dibawa ke Balanipa. Arayang pada saat itu daetta’ tummuanae (raja ke empat )
Setelah tiba dikerajaan, beliau memutuskan untuk memilih tempat yang pedalaman agar lebih mudah untuk menyebarkan agama islam. wilayah pada saat itu disebut Pallis, Raja dipallis pada saat itu Kannasunan. Dan pertama masuk islam pada saat itu adalah raja Pallis ( kannasunan ).
Pada awal beliau melakukan syiar Islam di Balanipa beliau tidak langsung mengajarkan Islam pada inti pokoknya yaitu mengenai tata cara shalat. Melainkan dengan menjelaskan tahap awal, mulai dari tata cara memberihkan diri, lalu berwhudu, kemudian tata cara shalat. Pada masa penyebaran Islam di Balanipa tidak begitu mendapat hambatan karena prilaku masyarakat setempat sudah mencerminkan prilaku Islam, Selain itu juga Kamaruddin Rahim memang berperilaku baik dan sopan saat berkunjung dan bersilaturahmi sehingga langsung diterima oleh masyarakat setempat.
Proses penyebaran Islam banyak dilakukan dengan cara mengislamkan kebiasaan-kebiasaan daaerah setempat contohnya tradisi Sayyang Patu’du yaitu kuda yang menari, pertama kali digunakan oleh Raja dan dijadikan daya tarik untuk masyarakat khususnya anak-anak untuk mempelajari agama Islam terutama dalam mempelajari Al-Qur’an.
Setelah Islam menyebar di Balanipa, Beliau kembali ke Binuang dengan alasan karena tugas beliau telah selesai, dan setelah beberapa hari kemudian beliau wafat. Sebelum beliau dimakamkan terjadi peristiwa hujan lebat selama tiga hari tiga malam. Saat itu kalangan kerajaan sangat pusing memikirkan letak pemakaman Syaek Bil Ma’ruf. Banyak yang mengusulkan tempat pemakaman beliau, tetapi setelah disebutkan salah satu tempat yaitu daerah Ammasangan hujan seketika berhenti. Kemudian Raja memutuskan untuk memakamkan jasad to Salama di Ammasangan yang sekarang bernama Pulau Salama.
Dibawa ini adalah dokumentasi tosalama’ di Binuang (Syaek Bil Ma’ruf) atau dikenal Kamaruddin Rahim :
Perkembangan Agama Islam di Mandar
Islam masuk ke Mandar dengan jalan damai pada abat 17 masehi, pengaruh Islam mengalami perkembangan sekitar pada abad 18 masehi. Penyebaran islam dilakukan dengan didahului para pemimpin kerajaan yang ada ditanah Mandar. Dimulai dari ajaran membersikan diri sampai kepada tatanan atau aturan dalam beribadah.
Masuknya Islam ditanah Mandar banyak mempengaruhi kebudayaan lokal. Dalam bidang aturan dalam kepemimpinan, kehidupan, dan masih banyak lagi. Berikut ini beberapa contoh perkembangan islam di berbagai kerajaan yang ada di Tanah Mandar :
1. Pada masa kerajaan Balanipa
Kerajaan ini terletak di Kabupaaten Polman, Sulawesi Barat. Kerajaan ini adalah kerajaan yang terbesar yang ada di Tanah Mandar, yang mempunyai pengaruh yang sangat besar di Tanah Mandar. Dan sistem pemerintahan di Balanipa pada saat itu dilakukan secara turun temurun atau dari genersi ke generasi.
Perkembangan agama Islam pada masa kepemimpinan Raja ke-4 (empat), memanfaatkan pemerintahannya untuk mengembangkan agama islam, dengan ditandai dengan berdirinya sebuah tempat ibadah (mesjid) yang pada awal mulahnya dikenal Langgar (yang dikenal di Sumatra dengan kata surau) dimana digunakan sebagai tempat mengajar ajaran agama Islam. 
Masjid yang pertama di Tanah Mandar terletak di Pallis atau yang dikenal saat ini sebagai Desa Lembang dan masjid yang kedua didirikan di Desa Tangga – taangga Kecamatan Tinambung, yang sekarang lebih dikenal sebagai masjid Raja.
Masjid kedua ini berdiri hasil dari perpindahan mesjid pertama dengan membawa empat tiang dan meninggalkan/menyisahkan kepala mesjid yang dalam bahasa daerah disebut Coppo’ masigi.
2. Pada Masa Kerajaan Binuang
Kerajaan ini terletak di kabupaaten Polman, sulawesi barat atau yang dekat dengan perbatasan Sul – Sel . Kerajaan ini adalah kerajaan yang nomor 2 terbesar yang ada di Mandar, yang mempunyai kerjasama dengan Kerajaan Balanipa, baik dalam perekonomian, budaya, dan lain – lain. Dan sistem pemerintahan di Binuang pada saat itu dilakukan secara turun temurun atau dari genersi ke generasi.
Dikerajaan Binuang adalah tempat dimana wafatnya Syaek Bil Ma’ruf (Kamaluddin rahim). Pada waktu itu makam beliau dijadikan tempat ziarah para umat muslim. 
Ketika pada abad 18 masehi, yang berkuasa di Goa (Sul – Sel) masa itu adalah islam Wahabi aliran ini tidak sepakat makam Kamaluddin Rahim (Tosalama’ Binuang) dijadikan tempat Ziarah. Lalu dia mengambil tindakan untuk menghancurkan makam tersebut, dengan membuang batu – batu nisannya ke laut. Setelah selesai dibuang batu nisan itu kembali posisi semula. Jadi makam itu tidak diganggu lagi hingga saat ini.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar