Minggu, 19 Juni 2016

Kerajaan Pagaruyung

1. Sejarah
Kerajaan Pagaruyung adalah sebuah kerajaan yang pernah berdiri, meliputi provinsi
Sumatra Barat sekarang dan daerah-daerah di sekitarnya. Nama kerajaan ini berasal dari
ibukotanya, yang berada di nagari Pagaruyung. Kerajaan ini didirikan oleh seorang pangeran
dari Majapahit bernama Adityawarman pada tahun 1347. Kerajaan Pagaruyung menjadi
Kesultanan Islam sekitar tahun 1600-an.
Walaupun Adityawarman merupakan pangeran dari Majapahit, ia sebenarnya memiliki darah
Melayu. Dalam sejarahnya, pada tahun 1286, Raja Kertanegara menghadiahkan arca
Amogapacha untuk Kerajaan Darmasraya di Minangkabau. Sebagai imbalan atas pemberian
itu, Raja Darmas Raya memperkenankan dua putrinya, Dara Petak dan Dara Jingga untuk
dibawa dan dipersunting oleh bangsawan Singosari. Dari perkawinan Dara Jingga inilah
kemudian lahir Aditywarman.
Ketika Singosari runtuh, mucul Majapahit. Adityawarman merupakan seorang pejabat di
Majapahit. Suatu ketika, ia dikirim ke Darmasraya sebagai penguasa daerah tersebut. Tapi
kemudian, Adityawarman justru melepaskan diri dari Majapahit. Dalam sebuah prasasti
bertahun 1347, disebutkan bahwa Aditywarman menobatkan diri sebagai raja atas daerah
tersebut. Daerah kekuasaannya disebut Pagaruyung, karena ia memagari daerah tersebut
dengan ruyung pohon kuamang, agar aman dari gangguan pihak luar. Karena itulah, negeri
itu kemudian disebut dengan Pagaruyung.
Kekuasaan raja Pagaruyung sudah sangat lemah pada saat menjelang perang Padri, meskipun
raja masih tetap dihormati. Daerah-daerah di pesisir barat jatuh ke dalam pengaruh Aceh,
sedangkan Inderapura di pesisir selatan praktis menjadi kerajaan merdeka meskipun
resminya masih tunduk pada raja Pagaruyung. Kerajaan ini runtuh pada masa Perang Padri
akibat konflik yang terjadi dan campur tangan kolonial Belanda pada pertengahan abad ke-19.
Sebelum kerajaan ini berdiri, sebenarnya masyarakat di wilayah Minangkabau sudah memiliki sistem politik semacam konfederasi yang merupakan lembaga musyawarah dari berbagai nagari dan luhak. Dilihat dari kontinuitas sejarah, Kerajaan Pagaruyung merupakan semacam perubahan sistem administrasi semata bagi masyarakat setempat (Suku Minang).
2.Wilayah Kekuasaan
Wilayah pengaruh politik Pagaruyung dapat dilacak dari pernyataan berbahasa Minang ini:
dari Sikilang Aia Bangih
hingga Taratak Aia Hitam.
Dari Durian Ditakuak Rajo
hingga Sialang Balantak Basi.
Sikilang Aia Bangih adalah batas utara, sekarang di daerah Pasaman Barat, berbatasan
dengan Natal, Sumatera Utara. Taratak Aia Hitam adalah daerah Bengkulu. Durian Ditakuak
Rajo adalah wilayah di Kabupaten Bungo, Jambi. Yang terakhir, Sialang Balantak Basi adalah wilayah di Rantau Barangin, Kabupaten Kampar, Riau sekarang.
3. Struktur Pemerintahan
Kerajaan Pagaruyung membawahi lebih dari 500 nagari yang merupakan satuan wilayah
otonom. Nagari-nagari ini merupakan dasar kerajaan, dan mempunyai kewenangan yang luas
dalam memerintah. Misalnya nagari punya kekayaan sendiri dan memiliki pengadilan adat
sendiri. Beberapa buah nagari terkadang membentuk persekutuan. Misalnya Bandar X adalah
persekutuan sepuluh nagari di selatan Padang. Kepala persekutuan ini diambil dari kaum
penghulu, dan sering diberi gelar raja. Raja kecil ini bertindak sebagai wakil Raja Pagaruyung.
Di daerah darek umumnya nagari-nagari ini diperintah oleh para penghulu, yang mengepalai
masing-masing suku yang berdiam dalam nagari tersebut. Penghulu dipilih oleh anggota suku, dan warga nagari mengendalikan pemerintahan melalui para penghulu mereka. Keputusan pemerintahan diambil melalui kesepakatan para penghulu, setelah dimusyawarahkan terlebih dahulu.
Di daerah rantau seperti di Pasaman kekuasaan penghulu ini sering berpindah kepada rajaraja
kecil, yang memerintah turun temurun. Di Inderapura raja mengambil gelar sultan.
Raja Pagaruyung mengendalikan secara langsung daerah rantau. Ia boleh membuat peraturan
dan memungut pajak di sana. Daerah-daerah rantau ini adalah Pasaman, Kampar, Rokan,
Indragiri dan Batanghari. Di daerah inti Kerajaan Pagaruyung (di Luhak Nan Tigo) meskipun
tetap dihormati ia hanya bertindak sebagai penengah.
Untuk melaksanakan tugas-tugasnya Raja Pagaruyung dibantu oleh dua orang raja lain, Raja
Adat yang berkedudukan di Buo, dan Raja Ibadat yang berkedudukan di Sumpur Kudus. Raja
Adat memutuskan masalah-masalah adat sedangkan Raja Ibadat mengurus masalah-masalah
agama. Bila ada masalah yang tidak selesai barulah dibawa ke Raja Pagaruyung yang disebut
sebagai Raja Alam. Selain kedua raja tadi Raja Alam dibantu pula oleh Basa Ampek Balai, artinya orang besar yang berempat. adalah:
1. Bandaro (bendahara) atau Tuanku Titah yang berkedudukan di Sungai Tarab.
Kedudukannya hampir sama seperti Perdana Menteri. Bendahara ini dapat
dibandingkan dengan jabatan bernama sama di Kesultanan Melaka
2. Makhudum yang berkedudukan di Sumanik. Bertugas memelihara hubungan dengan
rantau dan kerajaan lain.
3. Indomo yang berkedudukan di Saruaso. Bertugas memelihara adat-istiadat
4. Tuan Kadi berkedudukan di Padang Ganting. Bertugas menjaga syariah agama
Tuan Gadang di Batipuh tidak termasuk dalam Basa Ampek Balai, namun derajatnya sama.
Tuan Gadang bertugas sebagai panglima angkatan perang.
Sebagai aparat pemerintah masing-masing Basa Ampek Balai punya daerah-daerah tertentu di mana mereka berhak menagih upeti sekedarnya. Daerah-daerah ini disebut rantau masingmasing.
Bandaro memiliki rantau di Bandar X, rantau Tuan Kadi adalah di VII Koto dekat
Sijunjung, Indomo punya rantau di bagian utara Padang sedangkan Makhudum punya rantau
di Semenanjung Melayu, di daerah pemukiman orang Minangkabau di sana.
Sumber:
· Wikipedia dengan perubahan struktur penulisan
· Buku Minangkabau diterbitkan kerjasama Yayasan Gebu Minang.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar