Minggu, 19 Juni 2016

Sejarah Kemajuan Perdagangan Kesultanan Banten, 1527–1813

Banten juga dikenal dengan Banten Girang merupaken bagian dari Kerajaan Sunda. Kedatangan pasukan Kerajaan Demak di bawah pimpinan Maulana Hasanuddin ke kawasan tersebut selain untuk perluasan wilayah juga sekaligus penyebaran dakwah Islam. Kemudian dipicu oleh adanya kerjasama Sunda-Portugal dlm bidang ekonomi & politik, hal ini dianggap dapat membahayakan kedudukan Kerajaan Demak selepas kekalahan mereka mengusir Portugal dari Melaka tahun 1513. Atas perintah Trenggana, bersama dengan Fatahillah melakukan penyerangan & penaklukkan Pelabuhan Kelapa sekitar tahun 1527, yg waktu itu masih merupaken pelabuhan utama dari Kerajaan Sunda. Selain mulai membangun benteng pertahanan di Banten, Maulana Hasanuddin juga melanjutkan perluasan kekuasaan ke daerah penghasil lada di Lampung.
Ia berperan dlm penyebaran Islam di kawasan tersebut, selain itu ia juga telah melakukan kontak dagang dengan raja Malangkabu [Minangkabau, Kerajaan Inderapura], Sultan Munawar Syah & dianugerahi keris oleh raja tersebut. Seiring dengan kemunduran Demak terutama sesudah meninggalnya Trenggana, Banten yg sebelumnya vazal dari Kerajaan Demak, mulai melepaskan diri & menjadi kerajaan yg mandiri.
Maulana Yusuf anak dari Maulana Hasanuddin, naik tahta pada tahun 1570 melanjutkan ekspansi Banten ke kawasan pedalaman Sunda dengan menaklukkan Pakuan Pajajaran tahun 1579. Kemudian ia digantikan anaknya Maulana Muhammad, yg mencoba menguasai Palembang tahun 1596 sebagai bagian dari usaha Banten dlm mempersempit gerakan Portugal di nusantara, namun gagal karena ia meninggal dlm penaklukkan tersebut. Pada masa Pangeran Ratu anak dari Maulana Muhammad, ia menjadi raja pertama di Pulau Jawa yg mengambil gelar “Sultan” pada tahun 1638 dengan nama Arab Abu al-Mafakhir Mahmud Abdulkadir.
Pada masa ini Sultan Banten telah mulai secara intensif melakukan hubungan diplomasi dengan kekuatan lain yg ada pada waktu itu, salah satu diketahui surat Sultan Banten kepada Raja Inggris, James I tahun 1605 & tahun 1629 kepada Charles I. Kesultanan Banten merupaken sebuah kerajaan Islam yg pernah berdiri di Provinsi Banten, Indonesia. Berawal sekitar tahun 1526, ketika Kerajaan Demak memperluas pengaruhnya ke kawasan pesisir barat Pulau Jawa, dengan menaklukan beberapa kawasan pelabuhan kemudian menjadikannya sebagai pangkalan militer serta kawasan perdagangan.
Maulana Hasanuddin, putera Sunan Gunung Jati berperan dlm penaklukan tersebut. Setelah penaklukan tersebut, Maulana Hasanuddin mendirikan benteng pertahanan yg dinamakan Surosowan, yg kemudian hari menjadi pusat pemerintahan sesudah Banten menjadi kesultanan yg berdiri sendiri. Selama hampir 3 abad Kesultanan Banten mampu bertahan bahkan mencapai kejayaan yg luar biasa, yg diwaktu bersamaan penjajah dari Eropa telah berdatangan & menanamkan pengaruhnya. Perang saudara, & persaingan dengan kekuatan global memperebutkan sumber daya maupun perdagangan, serta ketergantungan akan persenjataan telah melemahkan hegemoni Kesultanan Banten atas wilayahnya.
ekuatan politik Kesultanan Banten akhir runtuh pada tahun 1813 sesudah sebelumnya Istana Surosowan sebagai simbol kekuasaan di Kota Intan dihancurkan, & pada masa-masa akhir pemerintanannya, para Sultan Banten tak lebih dari raja bawahan dari pemerintahan kolonial di Hindia Belanda.

Penduduk Banten Banyak & Multi Etnis

Kemajuan Kesultanan Banten ditopang oleh jumlah penduduk yg banyak serta multi-etnis. Mulai dari Jawa, Sunda & Melayu. Sementara kelompok etnis nusantara lain dengan jumlah signifikan antara lain Makasar, Bugis & Bali. Dari beberapa sumber Eropa disebutkan sekitar tahun 1672, di Banten diperkirakan terdapat antara 100 000 sampai 200 000 orang lelaki yg siap untuk berperang, sumber lain menyebutkan, bahwa di Banten dapat direkrut sebanyak 10 000 orang yg siap memanggul senjata.
Namun dari sumber yg paling dapat diandalkan, pada Dagh Register-[16. 1. 1673] menyebutkan dari sensus yg dilakukan VOC pada tahun 1673, diperkirakan penduduk di kota Banten yg mampu menggunakan tombak atau senapan berjumlah sekita 55 000 orang. Jika keseluruhan penduduk dihitung, apa pun kewarganegaraan mereka, diperkirakan berjumlah sekitar 150 000 penduduk, termasuk perempuan, anak-anak, & lansia. Sekitar tahun 1676 ribuan masyarakat Cina mencari suaka & bekerja di Banten. Gelombang migrasi ini akibat berkecamuknya perang di Fujian serta pada kawasan Cina Selatan lainnya. Masyarakat ini umumnya membangun pemukiman sekitar pinggiran pantai & sungai serta memiliki proporsi jumlah yg signifikan dibandingkan masyarakat India & Arab. Sementara di Banten beberapa kelompok masyarakat Eropa seperti Inggris, Belanda, Perancis, Denmark & Portugal juga telah membangun pemondokan & gudang di sekitar Ci Banten.

Agama Masyarakat Banten

Berdasarkan data arkeologis, masa awal masyarakat Banten dipengaruhi oleh beberapa kerajaan yg membawa keyakinan Hindu-Budha, seperti Tarumanagara, Sriwijaya & Kerajaan Sunda. Dalam Babad Banten menceritakan bagaimana Sunan Gunung Jati bersama Maulana Hasanuddin, melakukan penyebaran agama Islam secara intensif kepada penguasa Banten Girang beserta penduduknya.
Beberapa cerita mistis juga mengiringi proses islamisasi di Banten, termasuk ketika pada masa Maulana Yusuf mulai menyebarkan dakwah kepada penduduk pedalaman Sunda, yg ditandai dengan penaklukan Pakuan Pajajaran. Islam menjadi pilar pendirian Kesultanan Banten, Sultan Banten dirujuk memiliki silsilah sampai kepada Nabi Muhammad, & menempatkan para ulama memiliki pengaruh yg besar dlm kehidupan masyarakatnya, seiring itu tarekat maupun tasawuf juga berkembang di Banten. Sementara budaya masyarakat menyerap Islam sebagai bagian yg tak terpisahkan.
Beberapa tradisi yg ada dipengaruhi oleh perkembangan Islam di masyarakat, seperti terlihat pada kesenian bela diri Debus. Kadi memainkan peranan penting dlm pemerintahan Kesultanan Banten, selain bertanggungjawab dlm penyelesaian sengketa rakyat di pengadilan agama, juga dlm penegakan hukum Islam seperti hudud. Toleransi umat beragama di Banten, berkembang dengan baik. Walau didominasi oleh muslim, namun komunitas tertentu diperkenankan membangun sarana peribadatan mereka, di mana sekitar tahun 1673 telah berdiri beberapa klenteng pada kawasan sekitar pelabuhan Banten.

Kemajuan Perdagangan Kesultanan Banten

Dalam meletakan dasar pembangunan ekonomi Banten, selain di bidang perdagangan untuk daerah pesisir, pada kawasan pedalaman pembukaan sawah mulai diperkenalkan. Asumsi ini berkembang karena pada waktu itu di beberapa kawasan pedalaman seperti Lebak, perekonomian masyarakatnya ditopang oleh kegiatan perladangan, sebagaimana penafsiran dari naskah sanghyang siksakanda ng karesian yg menceritakan adanya istilah pahuma [peladang], panggerek [pemburu] & panyadap [penyadap].
Ketiga istilah ini jelas lebih kepada sistem ladang, begitu juga dengan nama peralatanya seperti kujang, patik, baliung, kored & sadap. Pada masa Sultan Ageng antara 1663 & 1667 pekerjaan pengairan besar dilakukan untuk mengembangkan pertanian. Antara 30 & 40 km kanal baru dibangun dengan menggunakan tenaga sebanyak 16 000 orang. Di sepanjang kanal tersebut, antara 30 & 40 000 ribu hektar sawah baru & ribuan hektar perkebunan kelapa ditanam. 30 000-an petani ditempatkan di atas tanah tersebut, termasuk orang Bugis & Makasar.
Perkebunan tebu, yg didatangkan saudagar Cina pada tahun 1620-an, dikembangkan. Di bawah Sultan Ageng, perkembangan penduduk Banten meningkat signifikan. Tak dapat dipungkiri sampai pada tahun 1678, Banten telah menjadi kota metropolitan, dengan jumlah penduduk & kekayaan yg dimilikinya menjadikan Banten sebagai salah satu kota terbesar di dunia pada masa tersebut.

Kemandirian & Sistem Pemerintahan Kesultanan Banten

Setelah Banten muncul sebagai kerajaan yg mandiri, penguasanya menggunakan gelar Sultan, sementara dlm lingkaran istana terdapat gelar Pangeran Ratu, Pangeran Adipati, Pangeran Gusti, & Pangeran Anom yg disandang oleh para pewaris. Pada pemerintahan Banten terdapat seseorang dengan gelar Mangkubumi, Kadi, Patih serta Syahbandar yg memiliki peran dlm administrasi pemerintahan.
Sementara pada masyarakat Banten terdapat kelompok bangsawan yg digelari dengan tubagus [Ratu Bagus], ratu atau sayyid, & golongan khusus lainya yg mendapat kedudukan istimewa ialah terdiri atas kaum ulama, pamong praja, serta kaum jawara. Pusat pemerintahan Banten berada antara dua buah sungai yaitu Ci Banten & Ci Karangantu. Di kawasan tersebut dahulunya juga didirikan pasar, alun-alun & Istana Surosowan yg dikelilingi oleh tembok beserta parit, sementara disebelah utara dari istana dibangun Masjid Agung Banten dengan menara berbentuk mercusuar yg kemungkinan dahulunya juga berfungsi sebagai menara pengawas untuk melihat kedatangan kapal di Banten. Berdasarkan Sejarah Banten, lokasi pasar utama di Banten berada antara Masjid Agung Banten & Ci Banten, & dikenal dengan nama Kapalembangan.
Sementara pada kawasan alun-alun terdapat paseban yg digunakan oleh Sultan Banten sebagai tempat untuk menyampaikan maklumat kepada rakyatnya. Secara keseluruhan rancangan kota Banten berbentuk segi empat yg dpengaruhi oleh konsep Hindu-Budha atau representasi yg dikenal dengan nama mandala. Selain itu pada kawasan kota terdapat beberapa kampung yg mewakili etnis tertentu, seperti Kampung Pekojan [Persia] & Kampung Pecinan. Kesultanan Banten telah menerapkan cukai atas kapal-kapal yg singah ke Banten, pemungutan cukai ini dilakukan oleh Syahbandar yg berada di kawasan yg dinamakan Pabean. Salah seorang syahbandar yg terkenal pada masa Sultan Ageng bernama Syahbandar Kaytsu.

Puncak Kejayaan Kesultanan Banten

Kesultanan Banten merupaken kerajaan maritim & mengandalkan perdagangan dlm menopang perekonomiannya. Monopoli atas perdagangan lada di Lampung, menempatkan penguasa Banten sekaligus sebagai pedagang perantara & Kesultanan Banten berkembang pesat, menjadi salah satu pusat niaga yg penting pada masa itu. Perdagangan laut berkembang ke seluruh Nusantara, Banten menjadi kawasan multi-etnis.
Dibantu orang Inggris, Denmark & Tionghoa, Banten berdagang dengan Persia, India, Siam, Vietnam, Filipina, Cina & Jepang. Masa Sultan Ageng Tirtayasa [bertahta 1651-1682] dipandang sebagai masa kejayaan Banten. Di bawah dia, Banten memiliki armada yg mengesankan, dibangun atas contoh Eropa, serta juga telah mengupah orang Eropa bekerja pada Kesultanan Banten. Dalam mengamankan jalur pelayarannya Banten juga mengirimkan armada lautnya ke Sukadana atau Kerajaan Tanjungpura [Kalimantan Barat sekarang] & menaklukkannya tahun 1661. Pada masa ini Banten juga berusaha keluar dari tekanan yg dilakukan VOC, yg sebelumnya telah melakukan blokade atas kapal-kapal dagang menuju Banten.

Daftar Sultan Banten

  1. Maulana Hasanuddin atau Pangeran Sabakingkin 1552-1570
  2. Maulana Yusuf atau Pangeran Pasareyan 1570-1585
  3. Maulana Muhammad atau Pangeran Sedangrana 1585-1596
  4. Sultan Abu al-Mafakhir Mahmud Abdulkadir atau Pangeran Ratu 1596-1647
  5. Sultan Abu al-Ma’ali Ahmad 1647-1651
  6. Sultan Ageng Tirtayasa atau Sultan Abu al-Fath Abdul Fattah 1651-1682
  7. Sultan Haji atau Sultan Abu Nashar Abdul Qahar 1683-1687
  8. Sultan Abu Fadhl Muhammad Yahya 1687-1690
  9. Sultan Abul Mahasin Muhammad Zainul Abidin 1690-1733
  10. Sultan Abul Fathi Muhammad Syifa Zainul Arifin 1733-1747
  11. Ratu Syarifah Fatimah 1747-1750
  12. Sultan Arif Zainul Asyiqin al-Qadiri 1753-1773
  13. Sultan Abul Mafakhir Muhammad Aliuddin 1773-1799
  14. Sultan Abul Fath Muhammad Muhyiddin Zainussalihin 1799-1803
  15. Sultan Abul Nashar Muhammad Ishaq Zainulmutaqin 1803-1808
  16. Sultan Muhammad bin Muhammad Muhyiddin Zainussalihin 1809-1813

Perang Saudara, Perebutan Kekuasaan Kesultanan Banten

Sekitar tahun 1680 muncul perselisihan dlm Kesultanan Banten, akibat perebutan kekuasaan & pertentangan antara Sultan Ageng dengan putranya Sultan Haji. Perpecahan ini dimanfaatkan oleh Vereenigde Oostindische Compagnie [VOC] yg memberikan dukungan kepada Sultan Haji, sehingga perang saudara tak dapat dielakkan. Sementara dlm memperkuat posisinya, Sultan Haji atau Sultan Abu Nashar Abdul Qahar juga sempat mengirimkan 2 orang utusannya, menemui Raja Inggris di London tahun 1682 untuk mendapatkan dukungan serta bantuan persenjataan.
Dalam perang ini Sultan Ageng terpaksa mundur dari istananya & pindah ke kawasan yg disebut dengan Tirtayasa, namun pada 28 Desember 1682 kawasan ini juga dikuasai oleh Sultan Haji bersama VOC. Sultan Ageng bersama putranya yg lain Pangeran Purbaya & Syekh Yusuf dari Makasar mundur ke arah selatan pedalaman Sunda. Namun pada 14 Maret 1683 Sultan Ageng tertangkap kemudian ditahan di Batavia. Sementara VOC terus mengejar & mematahkan perlawanan pengikut Sultan Ageng yg masih berada dlm pimpinan Pangeran Purbaya & Syekh Yusuf. Pada 5 Mei 1683, VOC mengirim Untung Surapati yg berpangkat letnan beserta pasukan Balinya, bergabung dengan pasukan pimpinan Letnan Johannes Maurits van Happel menundukkan kawasan Pamotan & Dayeuh Luhur, di mana pada 14 Desember 1683 mereka berhasil menawan Syekh Yusuf. Sementara sesudah terdesak akhirnya Pangeran Purbaya menyatakan menyerahkan diri.
Kemudian Untung Surapati disuruh oleh Kapten Johan Ruisj untuk menjemput Pangeran Purbaya, & dlm perjalanan membawa Pangeran Purbaya ke Batavia, mereka berjumpa dengan pasukan VOC yg dipimpin oleh Willem Kuffeler, namun terjadi pertikaian di antara mereka, puncaknya pada 28 Januari 1684, pos pasukan Willem Kuffeler dihancurkan, & berikutnya Untung Surapati beserta pengikutnya menjadi buronan VOC. Sedangkan Pangeran Purbaya sendiri baru pada 7 Februari 1684 sampai di Batavia.

Penurunan Kesultanan Banten & Monopoli Perdagangan oleh VOC

Bantuan & dukungan VOC kepada Sultan Haji mesti dibayar dengan memberikan kompensasi kepada VOC di antaranya pada 12 Maret 1682, wilayah Lampung diserahkan kepada VOC, seperti tertera dlm surat Sultan Haji kepada Mayor Issac de Saint Martin, Admiral kapal VOC di Batavia yg sedang berlabuh di Banten. Surat itu kemudian dikuatkan dengan surat perjanjian tanggal 22 Agustus 1682 yg membuat VOC memperoleh hak monopoli perdagangan lada di Lampung. Selain itu berdasarkan perjanjian tanggal 17 April 1684, Sultan Haji juga mesti mengganti kerugian akibat perang tersebut kepada VOC. Setelah meninggalnya Sultan Haji tahun 1687, VOC mulai mencengkramkan pengaruhnya di Kesultanan Banten, sehingga pengangkatan para Sultan Banten mesti mendapat persetujuan dari Gubernur Jendral Hindia-Belanda di Batavia. Sultan Abu Fadhl Muhammad Yahya diangkat mengantikan Sultan Haji namun hanya berkuasa sekitar tiga tahun, selanjutnya digantikan oleh saudaranya Pangeran Adipati dengan gelar Sultan Abul Mahasin Muhammad Zainul Abidin & kemudian dikenal juga dengan gelar Kang Sinuhun ing Nagari Banten. Perang saudara yg berlangsung di Banten meninggalkan ketidakstabilan pemerintahan masa berikutnya.
Konfik antara keturunan penguasa Banten maupun gejolak ketidakpuasan masyarakat Banten, atas ikut campurnya VOC dlm urusan Banten. Perlawanan rakyat kembali memuncak pada masa akhir pemerintahan Sultan Abul Fathi Muhammad Syifa Zainul Arifin, di antaranya perlawanan Ratu Bagus Buang & Kyai Tapa. Akibat konflik yg berkepanjangan Sultan Banten kembali meminta bantuan VOC dlm meredam beberapa perlawanan rakyatnya sehingga sejak 1752 Banten telah menjadi vassal dari VOC.

Penghapusan Kesultanan oleh Hindia Belanda

Pada tahun 1808 Herman Willem Daendels, Gubernur Jenderal Hindia Belanda 1808-1810, memerintahkan pembangunan Jalan Raya Pos untuk mempertahankan pulau Jawa dari serangan Inggris. Daendels memerintahkan Sultan Banten untuk memindahkan ibu kotanya ke Anyer & menyediakan tenaga kerja untuk membangun pelabuhan yg direncanakan akan dibangun di Ujung Kulon. Sultan menolak perintah Daendels, sebagai jawabannya Daendels memerintahkan penyerangan atas Banten & penghancuran Istana Surosowan. Sultan beserta keluarganya disekap di Puri Intan [Istana Surosowan] & kemudian dipenjarakan di Benteng Speelwijk.
Sultan Abul Nashar Muhammad Ishaq Zainulmutaqin kemudian diasingkan & dibuang ke Batavia. Pada 22 November 1808, Daendels mengumumkan dari markasnya di Serang bahwa wilayah Kesultanan Banten telah diserap ke dlm wilayah Hindia Belanda. Kesultanan Banten resmi dihapuskan tahun 1813 oleh pemerintah kolonial Inggris. Pada tahun itu, Sultan Muhammad bin Muhammad Muhyiddin Zainussalihin dilucuti & dipaksa turun tahta oleh Thomas Stamford Raffles. Peristiwa ini merupaken pukulan pamungkas yg mengakhiri riwayat Kesultanan Banten.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar