Minggu, 19 Juni 2016

Kerajaan Perlak


1. Sejarah
Analisis dan pemikiran tentang bagaimana sejarah masuknya Islam di Indonesia dipahami
melalui sejumlah teori. Aji Setiawan, misalnya melihat bahwa Kesultanan Perlak datangnya
Islam ke nusantara bisa ditelisik melalui tiga teori, yaitu teori Gujarat, teori Arab, dan teori
Persia. Teori Gujarat memandang bahwa asal muasal datangnya Islam di Indonesia adalah
melalui jalur perdagangan Gujarat India pada abad 13-14. Teori ini biasanya banyak
digunakan oleh ahli-ahli dari Belanda. Salah seorang penganutnya, W.F. Stuterheim
menyatakan bahwa Islam mulai masuk ke nusantara pada abad ke-13 yang didasarkan pada
bukti batu nisan sultan pertama dari Kerajaan Samudera Pasai, yakni Malik Al-Saleh pada
tahun 1297. Menurut teori ini, masuknya Islam ke nusantara melalui jalur perdagangan
Indonesia-Cambay (India)-Timur Tengah–Eropa.
Teori Persia lebih menitikberatkan pada realitas kesamaan kebudayaan antara masyarakat
Indonesia pada saat itu dengan budaya Persia. Sebagai contoh misalnya kesamaan konsep
wahdatul wujud-nya Hamzah Fanshuri dengan al-Hallaj. Sedangkan teori Arab berpandangan
sebaliknya. T.W. Arnold, salah seorang penganutnya berargumen bahwa para pedagang Arab
yang mendominasi perdagangan Barat-Timur sejak abad ke-7 atau 8 juga sekaligus
melakukan penyebaran Islam di nusantara pada saat itu. Penganut teori ini lainnya, Naquib al-Attas melihat bahwa bukti kedatangan Islam ke nusantara ditandai dengan karaktek Islam
yang khas, atau disebut dengan “teori umum tentang Islamisasi nusantara” yang didasarkan
pada literatur nusantara dan pandangan dunia Melayu. Di samping tiga teori umum di atas,
ada teori lain yang memandang bahwa datangnya Islam ke nusantara berasal dari Cina, atau
yang disebut dengan teori Cina.
Berdasarkan paparan teori-teori di atas, dapat diperkirakan bahwa Islam telah masuk ke
Indonesia sejak abad 7 atau 8 M. Pada abad ke-13, Islam sudah berkembang pesat. Menurut
catatan A. Hasymi, Kesultanan Perlak merupakan kerajaan Islam pertama di Indonesia yang
berdiri pada tanggal 1 Muharam 225 H atau 804 M. Kesultanan ini terletak di wilayah Perlak,
Aceh Timur, Nangroe Aceh Darussalam, Indonesia.
Nama Kesultanan Perlak sebagai sejarah permulaan masuknya Islam di Indonesia kurang
begitu dikenal dibandingkan dengan Kesultanan Samudera Pasai. Namun demikian, nama
Kesultanan Perlak justru terkenal di Eropa karena kunjungan Marco Polo pada tahun 1293.
a. Sejarah Masuknya Islam
Kesultanan Perlak berdiri pada tahun 840 dan berakhir pada tahun 1292. Proses berdirinya
tidak terlepas dari pengaruh Islam di wilayah Sumatera. Sebelum Kesultanan Perlak berdiri, di wilayah Perlak sebenarnya sudah berdiri Negeri Perlak yang raja dan rakyatnya merupakan
keturunan dari Maharaja Pho He La (Meurah Perlak Syahir Nuwi) serta keturunan dari
pasukan-pasukan pengikutnya.
Pada tahun 840 ini, rombongan berjumlah 100 orang dari Timur Tengah menuju pantai
Sumatera yang dipimpin oleh Nakhoda Khilafah. Rombongan ini bertujuan untuk berdagang
sekaligus membawa sejumlah da‘i yang bertugas untuk membawa dan menyebarkan Islam ke
Perlak. Dalam waktu kurang dari setengah abad, raja dan rakyat Perlak meninggalkan agama
lama mereka (Hindu dan Buddha), yang kemudian secara sukarela berbondong-bondong
memeluk Islam.
Perkembangan selanjutnya menunjukkan bahwa salah seorang anak buah dari Nakhoda
Khalifah, Ali bin Muhammad bin Ja‘far Shadiq dikawinkan dengan Makhdum Tansyuri, yang merupakan adik dari Syahir Nuwi, Raja Negeri Perlak yang berketurunan Parsi. Dari buah perkawinan mereka lahirlah Sultan Alaiddin Sayyid Maulana Abdul Aziz Shah, yang menjadi sultan pertama di Kesultanan Perlak sejak tahun 840. Ibu kotanya Perlak yang semula bernama Bandar Perlak kemudian diubah menjadi Bandar Khalifah sebagai bentuk perhargaan terhadap jasa Nakhoda Khalifah.
b. Masa Permusuhan Sunni-Syiah
Sejarah keislaman di Kesultanan Perlak tidak luput dari persaingan antara kelompok Sunni
dan Syiah. Perebutan kekuasaan antara dua kelompok Muslim ini menyebabkan terjadinya
perang saudara dan pertumpahan darah. Silih berganti kelompok yang menang mengambil
alih kekuasaan dari tangan pesaingnya.
Aliran Syi‘ah datang ke Indonesia melalui para pedagang dari Gujarat, Arab, dan Persia.
Mereka masuk pertama kali melalui Kesultanan Perlak dengan dukungan penuh dari dinasti
Fatimiah di Mesir. Ketika dinasti ini runtuh pada tahun 1268, hubungan antara kelompok
Syi‘ah di pantai Sumatera dengan kelompok Syi‘ah di Mesir mulai terputus. Kondisi ini
menyebabkan konstelasi politik Mesir berubah haluan. Dinasti Mamaluk memerintahkan
pasukan yang dipimpin oleh Syaikh Ismail untuk pergi ke pantai timur Sumatra dengan tujuan utamanya adalah melenyapkan pengikut Syi‘ah di Kesultanan Perlak dan Kerajaan Samudera Pasai.
Sebagai informasi tambahan bahwa raja pertama Kerajaan Samudera Pasai, Marah Silu
dengan gelar Malikul Saleh berpindah agama, yang awalnya beragama Hindu kemudian
memeluk Islam aliran Syiah. Oleh karena dapat dibujuk oleh Syaikh Ismail, Marah Silu
kemudian menganut paham Syafii. Dua pengikut Marah Silu, Seri Kaya dan Bawa Kaya juga
menganut paham Syafii, sehingga nama mereka berubah menjadi Sidi Ali Chiatuddin dan Sidi Ali Hasanuddin. Ketika berkuasa Marah Silu dikenal sebagai raja yang sangat anti terhadap pemikiran dan pengikut Syi‘ah.
Aliran Sunni mulai masuk ke Kesultanan Perlak, yaitu pada masa pemerintahan sultan ke-3,
Sultan Alaiddin Syed Maulana Abbas Shah. Setelah ia meninggal pada tahun 363 H (913 M),
terjadi perang saudara antara kaum Syiah dan Sunni, yang menyebabkan kesultanan dalam
kondisi tanpa pemimpin. Pada tahun 302 H (915 M), kelompok Syiah memenangkan perang.
Sultan Alaiddin Syed Maulana Ali Mughat Shah dari aliran Syiah kemudian memegang
kekuasaan kesultanan sebagai sultan ke-4 (915-918). Ketika pemerintahannya berakhir,
terjadi pergolakan antara kaum Syiah dan Sunni, hanya saja untuk kali ini justru dimenangkan oleh kelompok Sunni.
Kurun waktu antara tahun 918 hingga tahun 956 relatif tidak terjadi gejolak yang berarti.
Hanya saja, pada tahun 362 H (956 M), setelah sultan ke-7, Sultan Makhdum Alaiddin Abdul
Malik Shah Johan Berdaulat meninggal, terjadi lagi pergolakan antara kelompok Syiah dan
Sunni selama kurang lebih empat tahun. Bedanya, pergolakan kali ini diakhiri dengan adanya
itikad perdamaian dari keduanya. Kesultanan kemudian dibagi menjadi dua bagian. Pertama,
Perlak Pesisir (Syiah) dipimpin oleh Sultan Alaiddin Syed Maulana Shah (986 – 988). Kedua,
Perlak Pedalaman (Sunni) dipimpin oleh Sultan Makhdum Alaiddin Malik Ibrahim Shah Johan Berdaulat (986 – 1023). Kedua kepemimpinan tersebut bersatu kembali ketika salah satu dari pemimpin kedua wilayah tersebut, yaitu Sultan Alaiddin Syed Maulana Shah meninggal. Ia meninggal ketika Perlak berhasil dikalahkan oleh Kerajaan Sriwijaya. Kondisi perang inilah yang membangkitkan semangat bersatunya kembali kepemimpinan dalam Kesultanan Perlak. Sultan Makhdum Alaiddin Malik Ibrahim Shah Johan Berdaulat, yang awalnya hanya menguasai Perlak Pedalaman kemudian ditetapkan sebagai Sultan ke-8 pada Kesultanan Perlak. Ia melanjutkan perjuangan melawan Sriwijaya hingga tahun 1006. Sultan ke-8 sebenarnya berpaham aliran Sunni, namun sayangnya belum ditemukan data yang menyebutkan apakah terjadi lagi pergolakan antar kedua aliran tersebut.
2. Silsilah
Sebelum berdirinya Kesultanan Perlak, di wilayah Negeri Perlak sudah ada rajanya, yaitu
Meurah Perlak Syahir Nuwi. Namun, data tentang raja-raja Negeri Perlak secara lengkap
belum ditemukan. Sedangkan daftar nama sultan yang pernah berkuasa di Kesultanan Pelak
adalah sebagai berikut:
1. Sultan Alaiddin Syed Maulana Abdul Azis Shah (840-864)
2. Sultan Alaiddin Syed Maulana Abdul Rahim Shah (864-888)
3. Sultan Alaiddin Syed Maulana Abbas Shah (888-913)
4. Sultan Alaiddin Syed Maulana Ali Mughat Shah (915-918)
5. Sultan Makhdum Alaiddin Malik Abdul Kadir Shah Johan Berdaulat (928-932)
6. Sultan Makhdum Alaiddin Malik Muhammad Amin Shah Johan Berdaulat (932-956)
7. Sultan Makhdum Alaiddin Abdul Malik Shah Johan Berdaulat (956-983)
8. Sultan Makhdum Alaiddin Malik Ibrahim Shah Johan Berdaulat (986-1023)
9. Sultan Makhdum Alaiddin Malik Mahmud Shah Johan Berdaulat (1023-1059)
10. Sultan Makhdum Alaiddin Malik Mansur Shah Johan Berdaulat (1059-1078)
11. Sultan Makhdum Alaiddin Malik Abdullah Shah Johan Berdaulat (1078-1109)
12. Sultan Makhdum Alaiddin Malik Ahmad Shah Johan Berdaulat (1109-1135)
13. Sultan Makhdum Alaiddin Malik Mahmud Shah Johan Berdaulat (1135-1160)
14. Sultan Makhdum Alaiddin Malik Usman Shah Johan Berdaulat (1160-1173)
15. Sultan Makhdum Alaiddin Malik Muhammad Shah Johan Berdaulat (1173-1200)
16. Sultan Makhdum Alaiddin Abdul Jalil Shah Johan Berdaulat (1200-1230)
17. Sultan Makhdum Alaiddin Malik Muhammad Amin Shah II Johan Berdaulat (1230-1267
18. 18. Sultan Makhdum Alaiddin Malik Abdul Aziz Johan Berdaulat (1267-1292)
Catatan: Sultan-sultan di atas dibagi menurut dua dinasti, yaitu dinasti Syed Maulana Abdul
Azis Shah dan dinasti Johan Berdaulat, yang merupakan keturunan dari Meurah Perlak asli
(Syahir Nuwi).
3. Periode Pemerintahan
Sultan Perlak ke-17, Sultan Makhdum Alaiddin Malik Muhammad Amin Shah II Johan
Berdaulat, melakukan politik persahabatan dengan negeri-negeri tetangga. Ia menikahkan
dua orang puterinya, yaitu: Putri Ratna Kamala dinikahkan dengan Raja Kerajaan Malaka,
Sultan Muhammad Shah (Parameswara) dan Putri Ganggang dinikahkan dengan Raja
Kerajaan Samudera Pasai, al-Malik al-Saleh.
Kesultanan Perlak berakhir setelah Sultan yang ke-18, Sultan Makhdum Alaiddin Malik Abdul Aziz Johan Berdaulat meninggal pada tahun 1292. Kesultanan Perlak kemudian menyatu dengan Kerajaan Samudera Pasai di bawah kekuasaan sultan Samudera Pasai yang
memerintah pada saat itu, Sultan Muhammad Malik Al Zahir yang juga merupakan putera dari al-Malik al-Saleh.
4. Wilayah Kekuasaan
Sebelum bersatu dengan Kerajaan Samudera Pasai, wilayah kekuasaan Kesultanan Perlak
hanya mencakup kawasan sekitar Perlak saja. Saat ini, kesultanan ini terletak di pesisir timur
daerah aceh yang tepatnya berada di wilayah Perlak, Aceh Timur, Nangroe Aceh Darussalam, Indonesia.
5. Kehidupan Sosial-Budaya
Perlak dikenal dengan kekayaan hasil alamnya yang didukung dengan letaknya yang sangat
strategis. Apalagi, Perlak sangat dikenal sebagai penghasil kayu perlak, yaitu jenis kayu yang
sangat bagus untuk membuat kapal. Kondisi semacam inilah yang membuat para pedagang
dari Gujarat, Arab, dan Persia tertarik untuk datang ke daerah ini. Masuknya para pedagang
tersebut juga sekaligus menyebarkan ajaran Islam di kawasan ini.Kedatangan mereka berpengaruh terhadap kehidupan sosio-budaya masyarakat Perlak pada saat itu. Sebab, ketika itu masyarakat Perlak mulai diperkenalkan tentang bagaimana caranya berdagang.
Pada awal abad ke-8, Perlak dikenal sebagai pelabuhan niaga yang sangat maju.
Model pernikahan percampuran mulai terjadi di daerah ini sebagai konsekuensi dari
membaurnya antara masyarakat pribumi dengan masyarakat pendatang. Kelompok
pendatang bermaksud menyebarluaskan misi Islamisasi dengan cara menikahi wanita-wanita
setempat. Sebenarnya tidak hanya itu saja, pernikahan campuran juga dimaksudkan untuk
mengembangkan sayap perdagangan dari pihak pendatang di daerah ini.
Sumber :
· Setiawan, Aji. 2006. “Islam Masuk ke Indonesia”, www.islamlib.com.
· Smith Alhadar, “Sejarah dan Tradisi Syiah Ternate”, www.fatimah.org.
· www.osdir.com.
· wikipedia.org.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar