Sejarah
Khalifah (Khulafaur Rasyidin)
Adapun
Kata "khilafah" atau "khalifah" adalah berasal dari kata
kerja "kh-l-f" yang artinya menggantikan atau berada di belakang
sesuatu yang lain. Khalifah artinya seorang pengganti yang berada di belakang
orang lain yang digantikannya. Khilafah adalah kata benda yang mengabstraksikan
proses penggantian itu.
Rasulullah SAW bersabda :
"Sesungguhnya tidak ada Nabi setelah aku, dan akan ada para khalifah, dan
banyak (jumlahnya)." para sahabat bertanya, "Apa yang engkau perintahkan
kepada kami? Nabi SAW menjawab, "penuhilah bai'at yang pertama, dan yang
pertama. Dan Allah akan bertanya kepada mereka apa-apa yang mereka
pimpin." (HR. MUSLIM) Rasulullah SAW berwasiat kepada kaum muslimin, agar
jangan sampai ada masa tanpa adanya khalifah (yang memimpin kaum muslimin).
Jika hal ini terjadi, dengan tiadanya seorang khalifah, maka wajib bagi kaum
muslimin berupaya mengangkat khalifah yang baru, meskipun hal itu berakibat
pada kematian.Sabda Rasulullah SAW : "Barang siapa mati dan dipundaknya
tidak membai'at Seorang imam (khalifah), maka matinya (seperti) mati (dalam
keadaan) jahiliyyah."
Rasulullah SAW juga bersabda : "Jika
kalian menyaksikan seorang khalifah, hendaklah kalian taat, walaupun (ia)
memukul punggungmu. Sesungguhnya jika tidak ada khalifah, maka akan terjadi
Kekacauan." (HR. THABARANI) sesungguhnya Allah SWT telah memerintahkan
(kepada kita) untuk taat kepada khalifah. Allah berfirman : "Hai
orang-orang yang berfirman, taatilah Allah dan taatilah Rasul(Nya), dan ulil
amri diantara kamu." (AN NISA :59). Kaum muslimin telah menjaga wasiat
Rasulullah SAW tersebut sepanjang 13 abad. Selama interval waktu itu, kaum
muslimin tidak pernah menyaksikan suatu kehidupan tanpa ada (dipimpin) seorang
khalifah yang mengatur urusan-urusan mereka. Ketika seorang khalifah meninggal
atau diganti, ahlul halli wal 'aqdi segera mencari, memilih, dan menentukan
pengganti khalifah terdahulu. Hal ini terus berlangsung pada masa-masa islam
(saat itu). Setiap masa, kaum muslimin senantiasa menyaksikan bai'at kepada
khalifah atas dasar taat. Ini dimulai sejak masa Khulafaur Rasyidin hingga
periode para Khalifah dari Dinasti 'Utsmaniyyah.
Kaum muslimin mengetahui bahwa khalifah
pertama dalam sejarah Islam adalah Abu Bakar ra, akan tetapi mayoritas kaum
muslimin saat ini, tidak mengetaui bahwa Sultan 'Abdul Majid II adalah khalifah
terakhir yang dimiliki oleh umat Islam, pada masa lenyapnya Daulah Khilafah
Islamiyyah akibat ulah Musthafa Kamal yang menghancurkan sistem kilafah dan
meruntuhnya Dinasti 'Utsmaniyyah. Fenomena initerjadi pada tanggal 27 Rajab
1342 H.
Dalam sejarah kaum muslimin hingga hari
ini, pemerintah Islam di bawah institusi Khilafah Islamiah pernah dipimpin oleh
104 khalifah. Mereka (para khalifah) terdiri dari 5 orang khalifah dari khulafaur
raasyidin, 14 khalifah dari dinasti Umayyah, 18 khalifah dari dinasti
'Abbasiyyah, diikuti dari Bani Buwaih 8 orang khalifah, dan dari Bani Saljuk 11
orang khalifah. Dari sini pusat pemerintahan dipindahkan ke kairo, yang
dilanjutkan oleh 18 orang khalifah. Setelah itu khalifah berpindah kepada Bani
'Utsman. Dari Bani ini terdapat 30 orang khalifah. Umat masih mengetahui
nama-nama para khulafaur rasyidin dibandingkan dengan yang lain. Walaupun
mereka juga tidak lupa dengan Khalifah 'Umar bin 'Abd al-'Aziz, Harun
al-rasyid, Sultan 'Abdul Majid, serta khalifah-khalifah yang masyur dikenal
dalam sejarah.
Adapun
nama-nama para khalifah pada masa khulafaur Rasyidin sebagai berikut:
Khulafaur Rasyidin ( 11-40 H / 632-660 M)
Khilafah
Rasyidah merupakan pemimpin umat Islam setelah Nabi Muhammad SAW wafat, yaitu
pada masa pemerintahan Abu Bakar, Umar bin Khattab, Utsman bin Affan dan Ali
bin Abi Thalib, dimana sistem pemerintahan yang diterapkan adalah pemerintahan
yang demokratis.
Nabi
Muhammad SAW tidak meninggalkan wasiat tentang siapa yang akan menggantikan
beliau sebagai pemimpin politik umat Islam setelah beliau wafat. Beliau
nampaknya menyerahkan persoalan tersebut kepada kaum muslimin sendiri untuk
menentukannya. Karena itulah, tidak lama setelah beliau wafat; belum lagi
jenazahnya dimakamkan, sejumlah tokoh Muhajirin dan Anshar berkumpul di balai
kota Bani Sa’idah, Madinah. Mereka memusyawarahkan siapa yang akan dipilih
menjadi pemimpin. Musyawarah itu berjalan cukup alot karena masing-masing
pihak, baik Muhajirin maupun Anshar, sama-sama merasa berhak menjadi pemimpin
umat Islam. Namun, dengan semangat ukhuwah Islamiyah yang tinggi, akhirnya, Abu
Bakar terpilih. Rupanya, semangat keagamaan Abu Bakar mendapat penghargaan yang
tinggi dari umat Islam, sehingga masing-masing pihak menerima dan membaiatnya.
.
Masa Abu Bakar ra. ( 11-13 H / 632-634 M)
Masa Abu Bakar ra. ( 11-13 H / 632-634 M)
Sebagai
pemimpin umat Islam setelah Rasul, Abu Bakar disebut Khalifah Rasulillah
(Pengganti Rasul) yang dalam perkembangan selanjutnya disebut khalifah saja. Khalifah
adalah pemimpin yang diangkat sesudah Nabi wafat untuk menggantikan beliau
melanjutkan tugas-tugas sebagai pemimpin agama dan kepala pemerintahan.
Abu
Bakar menjadi khalifah hanya dua tahun. Pada tahun 634 M ia meninggal dunia.
Masa sesingkat itu habis untuk menyelesaikan persoalan dalam negeri terutama
tantangan yang ditimbulkan oleh suku-suku bangsa Arab yang tidak mau tunduk
lagi kepada pemerintah Madinah. Mereka menganggap bahwa perjanjian yang dibuat
dengan Nabi Muhammad SAW, dengan sendirinya batal setelah Nabi wafat. Karena
itu mereka menentang Abu Bakar. Karena sikap keras kepala dan penentangan
mereka yang dapat membahayakan agama dan pemerintahan, Abu Bakar menyelesaikan
persoalan ini dengan apa yang disebut Perang Riddah (perang melawan kemurtadan).
Khalid ibn Al-Walid adalah jenderal yang banyak berjasa dalam Perang Riddah
ini.
Nampaknya,
kekuasaan yang dijalankan pada masa Khalifah Abu Bakar, sebagaimana pada masa
Rasulullah, bersifat sentral; kekuasaan legislatif, eksekutif dan yudikatif
terpusat di tangan khalifah. Selain menjalankan roda pemerintahan, Khalifah
juga melaksanakan hukum. Meskipun demikian, seperti juga Nabi Muhammad SAW, Abu
Bakar selalu mengajak sahabat-sahabat besarnya bermusyawarah.
Setelah
menyelesaikan urusan perang dalam negeri, barulah Abu Bakar mengirim kekuatan
ke luar Arabia. Khalid ibn Walid dikirim ke Iraq dan dapat menguasai al-Hirah
di tahun 634 M. Ke Syria dikirim ekspedisi di bawah pimpinan empat jenderal
yaitu Abu Ubaidah, Amr ibn ‘Ash, Yazid ibn Abi Sufyan dan Syurahbil. Sebelumnya
pasukan dipimpin oleh Usamah yang masih berusia 18 tahun. Untuk memperkuat
tentara ini, Khalid ibn Walid diperintahkan meninggalkan Irak, dan melalui
gurun pasir yang jarang dijalani, ia sampai ke Syria.
Salah
satu hal monumental pada era Abu Bakar ra adalah pengumpulan mushaf al Quran
dari para sahabat-sahabat yang lain, yang dipimpin oleh Zaid bin Tsabit ra.
Masa Umar Ibn Khatab ra. (13-23 H / 634-644 M)
Abu
Bakar meninggal dunia, sementara barisan depan pasukan Islam sedang mengancam
Palestina, Irak, dan kerajaan Hirah. Ia diganti oleh “tangan kanan”nya, Umar
ibn Khattab. Ketika Abu Bakar sakit dan merasa ajalnya sudah dekat, ia
bermusyawarah dengan para pemuka sahabat, kemudian mengangkat Umar sebagai
penggantinya dengan maksud untuk mencegah kemungkinan terjadinya perselisihan
dan perpecahan di kalangan umat Islam. Kebijaksanaan Abu Bakar tersebut
ternyata diterima masyarakat yang segera secara beramai-ramai membaiat Umar.
Umar menyebut dirinya Khalifah Rasulillah (pengganti dari Rasulullah). Ia juga
memperkenalkan istilah Amir al-Mu’minin (Komandan orang-orang yang beriman).
Di
zaman Umar gelombang ekspansi (perluasan daerah kekuasaan) pertama terjadi; ibu
kota Syria, Damaskus, jatuh tahun 635 M dan setahun kemudian, setelah tentara
Bizantium kalah di pertempuran Yarmuk, seluruh daerah Syria jatuh ke bawah
kekuasaan Islam. Dengan memakai Syria sebagai basis, ekspansi diteruskan ke
Mesir di bawah pimpinan ‘Amr ibn ‘Ash dan ke Irak di bawah pimpinan Sa’ad ibn
Abi Waqqash. Iskandaria, ibu kota Mesir, ditaklukkan tahun 641 M. Dengan
demikian, Mesir jatuh ke bawah kekuasaan Islam. Al-Qadisiyah, sebuah kota dekat
Hirah di Iraq, jatuh tahun 637 M. Dari sana serangan dilanjutkan ke ibu kota
Persia, al-Madain yang jatuh pada tahun itu juga. Pada tahun 641 M, Mosul dapat
dikuasai. Dengan demikian, pada masa kepemimpinan Umar, wilayah kekuasaan Islam
sudah meliputi Jazirah Arabia, Palestina, Syria, sebagian besar wilayah Persia,
dan Mesir.
Karena
perluasan daerah terjadi dengan cepat, Umar segera mengatur administrasi negara
dengan mencontoh administrasi yang sudah berkembang terutama di Persia.
Administrasi pemerintahan diatur menjadi delapan wilayah propinsi: Makkah,
Madinah, Syria, Jazirah Basrah, Kufah, Palestina, dan Mesir. Beberapa departemen
yang dipandang perlu didirikan. Pada masanya mulai diatur dan ditertibkan
sistem pembayaran gaji dan pajak tanah. Pengadilan didirikan dalam rangka
memisahkan lembaga yudikatif dengan lembaga eksekutif. Untuk menjaga keamanan
dan ketertiban, jawatan kepolisian dibentuk. Demikian pula jawatan pekerjaan
umum. Umar juga mendirikan Bait al-Mal, menempa mata uang, dan menciptakan
tahun hijrah.
Salah
satu hal yang monumental pada era sayidina Umar ra adalah mengenai sholat
tarawih. Berikut salah satu riwayatnya, yang menjadi pegangan umat islam di
seluruh dunia sampai saat ini.
Diriwayatkan
oleh Yazid Ibn Khusayfah dari Sâib Ibn Yazîd bahwa semua orang mengerjakan
sholat tarawih 20 rakaat dalam bulan ramadlan pada masa khalifah Umar Ibn
Khatab ra. (Baihaqi dalam As Sunaul Kubra, vol.2 hal 496)
Peganglah
kuat-kuat sunnahku dan sunnah khulafaurrasyidin.(Abu Dawud vol 2 hal 635,
Tirmidzi vol 2 hal 108, Sunan Darimi vol 1 hal 43 dan Ibn Majah hal 5).
Umar
ra memerintah selama sepuluh tahun (13-23 H/634-644 M). Masa jabatannya
berakhir dengan kematian. Dia dibunuh oleh seorang budak dari Persia bernama
Abu Lu’lu’ah. Untuk menentukan penggantinya, Umar tidak menempuh jalan yang
dilakukan Abu Bakar. Dia menunjuk enam orang sahabat dan meminta kepada mereka
untuk memilih salah seorang diantaranya menjadi khalifah. Enam orang tersebut
adalah Usman, Ali, Thalhah, Zubair, Sa’ad ibn Abi Waqqash, Abdurrahman ibn
‘Auf. Setelah Umar wafat, tim ini bermusyawarah dan berhasil menunjuk Utsman
sebagai khalifah, melalui persaingan yang agak ketat dengan Ali ibn Abi Thalib.
Masa Utsman Ibn ‘Afan ra. ( 23-35 H / 644-655 M)
Di
masa pemerintahan Utsman (644-655 M), Armenia, Tunisia, Cyprus, Rhodes, dan
bagian yang tersisa dari Persia, Transoxania, dan Tabaristall berhasil direbut.
Ekspansi Islam pertama berhenti sampai di sini.
Pemerintahan
Usman berlangsung selama 12 tahun, pada paruh terakhir masa kekhalifahannya
muncul perasaan tidak puas dan kecewa di kalangan umat Islam terhadapnya.
Kepemimpinan Usman memang sangat berbeda dengan kepemimpinan Umar. Ini mungkin
karena umumnya yang lanjut (diangkat dalam usia 70 tahun) dan sifatnya yang
lemah lembut. Akhirnya pada tahun 35 H 1655 M, Usman dibunuh oleh kaum
pemberontak yang terdiri dari orang-orang yang kecewa itu.
Salah
satu faktor yang menyebabkan banyak rakyat kecewa terhadap kepemimpinan Usman
adalah kebijaksanaannya mengangkat keluarga dalam kedudukan tinggi. Yang
terpenting diantaranya adalah Marwan ibn Hakam. Dialah pada dasarnya yang
menjalankan pemerintahan, sedangkan Usman hanya menyandang gelar Khalifah.
Setelah banyak anggota keluarganya yang duduk dalam jabatan-jabatan penting,
Usman laksana boneka di hadapan kerabatnya itu. Dia tidak dapat berbuat banyak
dan terlalu lemah terhadap keluarganya. Dia juga tidak tegas terhadap kesalahan
bawahan. Harta kekayaan negara, oleh karabatnya dibagi-bagikan tanpa terkontrol
oleh Usman sendiri.
Meskipun
demikian, tidak berarti bahwa pada masanya tidak ada kegiatan-kegjatan yang
penting. Usman berjasa membangun bendungan untuk menjaga arus banjir yang besar
dan mengatur pembagian air ke kota-kota. Dia juga membangun jalan-jalan,
jembatan-jembatan, masjid-masjid dan memperluas masjid Nabi di Madinah.
Penulisan
Al Quran dilakukan kembali pada masa sayidina Utsman ra. Ini terjadi pada tahun
25 H.
Dan al Quran yang kita pegang saat ini adalah mushaf Utsman.
.
Masa Ali Ibn Abi Thalib kwh. ( 35-40 H / 655-660 M)
Masa Ali Ibn Abi Thalib kwh. ( 35-40 H / 655-660 M)
Setelah
Utsman wafat, masyarakat beramai-ramai membaiat Ali ibn Abi Thalib sebagai
khalifah. Ali memerintah hanya enam tahun. Selama masa pemerintahannya, ia
menghadapi berbagai pergolakan. Tidak ada masa sedikit pun dalam
pemerintahannya yang dapat dikatakan stabil. Setelah menduduki jabatan
khalifah, Ali memecat para gubernur yang diangkat oleh Utsman. Dia yakin bahwa
pemberontakan-pemberontakan terjadi karena keteledoran mereka. Dia juga menarik
kembali tanah yang dihadiahkan Utsman kepada penduduk dengan menyerahkan hasil
pendapatannya kepada negara, dan memakai kembali sistem distribusi pajak
tahunan diantara orang-orang Islam sebagaimana pernah diterapkan Umar.
Tidak
lama setelah itu, Ali ibn Abi Thalib menghadapi pemberontakan Thalhah, Zubair
dan Aisyah. Alasan mereka, Ali tidak mau menghukum para pembunuh Utsman, dan
mereka menuntut bela terhadap darah Utsman yang telah ditumpahkan secara zalim.
Ali sebenarnya ingin sekali menghindari perang. Dia mengirim surat kepada
Thalhah dan Zubair agar keduanya mau berunding untuk menyelesaikan perkara itu
secara damai. Namun ajakan tersebut ditolak. Akhirnya, pertempuran yang dahsyat
pun berkobar. Perang ini dikenal dengan nama Perang Jamal (Unta), karena Aisyah
dalam pertempuran itu menunggang unta, dan berhasil mengalahkan lawannya.
Zubair dan Thalhah terbunuh ketika hendak melarikan diri, sedangkan Aisyah
ditawan dan dikirim kembali ke Madinah.
Bersamaan
dengan itu, kebijaksanaan-kebijaksanaan Ali juga mengakibatkan timbulnya
perlawanan dari gubernur di Damaskus, Mu’awiyah, yang didukung oleh sejumlah
bekas pejabat tinggi yang merasa kehilangan kedudukan dan kejayaan. Setelah
berhasil memadamkan pemberontakan Zubair, Thalhah dan Aisyah, Ali bergerak dari
Kufah menuju Damaskus dengan sejumlah besar tentara. Pasukannya bertemu dengan
pasukan Mu’awiyah di Shiffin. Pertempuran terjadi di sini yang dikenal dengan
nama perang shiffin. Perang ini diakhiri dengan tahkim (arbitrase), tapi tahkim
ternyata tidak menyelesaikan masalah, bahkan menyebabkan timbulnya golongan
ketiga, al-Khawarij, orang-orang yang keluar dari barisan Ali. Akibatnya, di
ujung masa pemerintahan Ali bin Abi Thalib umat Islam terpecah menjadi tiga
kekuatan politik, yaitu Mu’awiyah, Syi’ah (pengikut) Ali, dan al-Khawarij
(oran-orang yang keluar dari barisan Ali). Keadaan ini tidak menguntungkan Ali.
Munculnya kelompok al-khawarij menyebabkan tentaranya semakin lemah, sementara
posisi Mu’awiyah semakin kuat. Pada tanggal 20 ramadhan 40 H (660 M), Ali
terbunuh oleh salah seorang anggota Khawarij.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar