Banten juga dikenal dengan Banten Girang merupaken bagian dari Kerajaan Sunda.
Kedatangan pasukan Kerajaan Demak di bawah pimpinan Maulana Hasanuddin
ke kawasan tersebut selain untuk perluasan wilayah juga sekaligus
penyebaran dakwah Islam. Kemudian dipicu oleh adanya kerjasama
Sunda-Portugal dlm bidang ekonomi & politik, hal ini dianggap dapat
membahayakan kedudukan Kerajaan Demak selepas kekalahan mereka mengusir
Portugal dari Melaka tahun 1513. Atas perintah Trenggana, bersama dengan
Fatahillah melakukan penyerangan & penaklukkan Pelabuhan Kelapa
sekitar tahun 1527, yg waktu itu masih merupaken pelabuhan utama dari
Kerajaan Sunda. Selain mulai membangun benteng pertahanan di Banten,
Maulana Hasanuddin juga melanjutkan perluasan kekuasaan ke daerah
penghasil lada di Lampung.
Ia berperan dlm penyebaran Islam di kawasan tersebut, selain itu ia
juga telah melakukan kontak dagang dengan raja Malangkabu [Minangkabau,
Kerajaan Inderapura], Sultan Munawar Syah & dianugerahi keris oleh
raja tersebut. Seiring dengan kemunduran Demak terutama sesudah
meninggalnya Trenggana, Banten yg sebelumnya vazal dari Kerajaan Demak,
mulai melepaskan diri & menjadi kerajaan yg mandiri.
Maulana Yusuf anak dari Maulana Hasanuddin, naik tahta pada tahun
1570 melanjutkan ekspansi Banten ke kawasan pedalaman Sunda dengan
menaklukkan Pakuan Pajajaran tahun 1579. Kemudian ia digantikan anaknya
Maulana Muhammad, yg mencoba menguasai Palembang tahun 1596 sebagai
bagian dari usaha Banten dlm mempersempit gerakan Portugal di nusantara,
namun gagal karena ia meninggal dlm penaklukkan tersebut. Pada masa
Pangeran Ratu anak dari Maulana Muhammad, ia menjadi raja pertama di
Pulau Jawa yg mengambil gelar “Sultan” pada tahun 1638 dengan nama Arab
Abu al-Mafakhir Mahmud Abdulkadir.
Pada masa ini Sultan Banten telah mulai secara intensif melakukan
hubungan diplomasi dengan kekuatan lain yg ada pada waktu itu, salah
satu diketahui surat Sultan Banten kepada Raja Inggris, James I tahun
1605 & tahun 1629 kepada Charles I. Kesultanan Banten
merupaken sebuah kerajaan Islam yg pernah berdiri di Provinsi Banten,
Indonesia. Berawal sekitar tahun 1526, ketika Kerajaan Demak memperluas
pengaruhnya ke kawasan pesisir barat Pulau Jawa, dengan menaklukan
beberapa kawasan pelabuhan kemudian menjadikannya sebagai pangkalan
militer serta kawasan perdagangan.
Maulana Hasanuddin, putera Sunan Gunung Jati berperan dlm penaklukan
tersebut. Setelah penaklukan tersebut, Maulana Hasanuddin mendirikan
benteng pertahanan yg dinamakan Surosowan, yg kemudian hari menjadi
pusat pemerintahan sesudah Banten menjadi kesultanan yg berdiri sendiri.
Selama hampir 3 abad Kesultanan Banten mampu bertahan bahkan mencapai
kejayaan yg luar biasa, yg diwaktu bersamaan penjajah dari Eropa telah
berdatangan & menanamkan pengaruhnya. Perang saudara, &
persaingan dengan kekuatan global memperebutkan sumber daya maupun
perdagangan, serta ketergantungan akan persenjataan telah melemahkan
hegemoni Kesultanan Banten atas wilayahnya.
ekuatan politik Kesultanan Banten akhir runtuh pada tahun 1813
sesudah sebelumnya Istana Surosowan sebagai simbol kekuasaan di Kota
Intan dihancurkan, & pada masa-masa akhir pemerintanannya, para
Sultan Banten tak lebih dari raja bawahan dari pemerintahan kolonial di
Hindia Belanda.
Penduduk Banten Banyak & Multi Etnis
Kemajuan Kesultanan Banten ditopang oleh jumlah penduduk yg
banyak serta multi-etnis. Mulai dari Jawa, Sunda & Melayu. Sementara
kelompok etnis nusantara lain dengan jumlah signifikan antara lain
Makasar, Bugis & Bali. Dari beberapa sumber Eropa disebutkan sekitar
tahun 1672, di Banten diperkirakan terdapat antara 100 000 sampai 200
000 orang lelaki yg siap untuk berperang, sumber lain menyebutkan, bahwa
di Banten dapat direkrut sebanyak 10 000 orang yg siap memanggul
senjata.
Namun dari sumber yg paling dapat diandalkan, pada Dagh Register-[16.
1. 1673] menyebutkan dari sensus yg dilakukan VOC pada tahun 1673,
diperkirakan penduduk di kota Banten yg mampu menggunakan tombak atau
senapan berjumlah sekita 55 000 orang. Jika keseluruhan penduduk
dihitung, apa pun kewarganegaraan mereka, diperkirakan berjumlah sekitar
150 000 penduduk, termasuk perempuan, anak-anak, & lansia. Sekitar
tahun 1676 ribuan masyarakat Cina mencari suaka & bekerja di Banten.
Gelombang migrasi ini akibat berkecamuknya perang di Fujian serta pada
kawasan Cina Selatan lainnya. Masyarakat ini umumnya membangun pemukiman
sekitar pinggiran pantai & sungai serta memiliki proporsi jumlah yg
signifikan dibandingkan masyarakat India & Arab. Sementara di
Banten beberapa kelompok masyarakat Eropa seperti Inggris, Belanda,
Perancis, Denmark & Portugal juga telah membangun pemondokan &
gudang di sekitar Ci Banten.
Agama Masyarakat Banten
Berdasarkan data arkeologis, masa awal masyarakat Banten dipengaruhi
oleh beberapa kerajaan yg membawa keyakinan Hindu-Budha, seperti
Tarumanagara, Sriwijaya & Kerajaan Sunda. Dalam Babad Banten
menceritakan bagaimana Sunan Gunung Jati bersama Maulana Hasanuddin,
melakukan penyebaran agama Islam secara intensif kepada penguasa Banten
Girang beserta penduduknya.
Beberapa cerita mistis juga mengiringi proses islamisasi di Banten,
termasuk ketika pada masa Maulana Yusuf mulai menyebarkan dakwah kepada
penduduk pedalaman Sunda, yg ditandai dengan penaklukan Pakuan Pajajaran.
Islam menjadi pilar pendirian Kesultanan Banten, Sultan Banten dirujuk
memiliki silsilah sampai kepada Nabi Muhammad, & menempatkan para
ulama memiliki pengaruh yg besar dlm kehidupan masyarakatnya, seiring
itu tarekat maupun tasawuf juga berkembang di Banten. Sementara budaya
masyarakat menyerap Islam sebagai bagian yg tak terpisahkan.
Beberapa tradisi yg ada dipengaruhi oleh perkembangan Islam di
masyarakat, seperti terlihat pada kesenian bela diri Debus. Kadi
memainkan peranan penting dlm pemerintahan Kesultanan Banten, selain
bertanggungjawab dlm penyelesaian sengketa rakyat di pengadilan agama,
juga dlm penegakan hukum Islam seperti hudud. Toleransi umat beragama di
Banten, berkembang dengan baik. Walau didominasi oleh muslim, namun
komunitas tertentu diperkenankan membangun sarana peribadatan mereka, di
mana sekitar tahun 1673 telah berdiri beberapa klenteng pada kawasan
sekitar pelabuhan Banten.
Kemajuan Perdagangan Kesultanan Banten
Dalam meletakan dasar pembangunan ekonomi Banten, selain di bidang
perdagangan untuk daerah pesisir, pada kawasan pedalaman pembukaan sawah
mulai diperkenalkan. Asumsi ini berkembang karena pada waktu itu di
beberapa kawasan pedalaman seperti Lebak, perekonomian masyarakatnya
ditopang oleh kegiatan perladangan, sebagaimana penafsiran dari naskah
sanghyang siksakanda ng karesian yg menceritakan adanya istilah pahuma
[peladang], panggerek [pemburu] & panyadap [penyadap].
Ketiga istilah ini jelas lebih kepada sistem ladang, begitu juga
dengan nama peralatanya seperti kujang, patik, baliung, kored &
sadap. Pada masa Sultan Ageng antara 1663 & 1667 pekerjaan pengairan
besar dilakukan untuk mengembangkan pertanian. Antara 30 & 40 km
kanal baru dibangun dengan menggunakan tenaga sebanyak 16 000 orang. Di
sepanjang kanal tersebut, antara 30 & 40 000 ribu hektar sawah baru
& ribuan hektar perkebunan kelapa ditanam. 30 000-an petani
ditempatkan di atas tanah tersebut, termasuk orang Bugis & Makasar.
Perkebunan tebu, yg didatangkan saudagar Cina pada tahun 1620-an,
dikembangkan. Di bawah Sultan Ageng, perkembangan penduduk Banten
meningkat signifikan. Tak dapat dipungkiri sampai pada tahun 1678,
Banten telah menjadi kota metropolitan, dengan jumlah penduduk &
kekayaan yg dimilikinya menjadikan Banten sebagai salah satu kota
terbesar di dunia pada masa tersebut.
Kemandirian & Sistem Pemerintahan Kesultanan Banten
Setelah Banten muncul sebagai kerajaan yg mandiri, penguasanya
menggunakan gelar Sultan, sementara dlm lingkaran istana terdapat gelar
Pangeran Ratu, Pangeran Adipati, Pangeran Gusti, & Pangeran Anom yg
disandang oleh para pewaris. Pada pemerintahan Banten terdapat seseorang
dengan gelar Mangkubumi, Kadi, Patih serta Syahbandar yg memiliki peran
dlm administrasi pemerintahan.
Sementara pada masyarakat Banten terdapat kelompok bangsawan yg
digelari dengan tubagus [Ratu Bagus], ratu atau sayyid, & golongan
khusus lainya yg mendapat kedudukan istimewa ialah terdiri atas kaum
ulama, pamong praja, serta kaum jawara. Pusat pemerintahan Banten berada
antara dua buah sungai yaitu Ci Banten & Ci Karangantu. Di kawasan
tersebut dahulunya juga didirikan pasar, alun-alun & Istana
Surosowan yg dikelilingi oleh tembok beserta parit, sementara disebelah
utara dari istana dibangun Masjid Agung Banten dengan menara berbentuk
mercusuar yg kemungkinan dahulunya juga berfungsi sebagai menara
pengawas untuk melihat kedatangan kapal di Banten. Berdasarkan Sejarah
Banten, lokasi pasar utama di Banten berada antara Masjid Agung Banten
& Ci Banten, & dikenal dengan nama Kapalembangan.
Sementara pada kawasan alun-alun terdapat paseban yg digunakan oleh
Sultan Banten sebagai tempat untuk menyampaikan maklumat kepada
rakyatnya. Secara keseluruhan rancangan kota Banten berbentuk segi empat
yg dpengaruhi oleh konsep Hindu-Budha atau representasi yg dikenal
dengan nama mandala. Selain itu pada kawasan kota terdapat beberapa
kampung yg mewakili etnis tertentu, seperti Kampung Pekojan [Persia]
& Kampung Pecinan. Kesultanan Banten telah menerapkan cukai atas
kapal-kapal yg singah ke Banten, pemungutan cukai ini dilakukan oleh
Syahbandar yg berada di kawasan yg dinamakan Pabean. Salah seorang
syahbandar yg terkenal pada masa Sultan Ageng bernama Syahbandar Kaytsu.
Puncak Kejayaan Kesultanan Banten
Kesultanan Banten merupaken kerajaan maritim &
mengandalkan perdagangan dlm menopang perekonomiannya. Monopoli atas
perdagangan lada di Lampung, menempatkan penguasa Banten sekaligus
sebagai pedagang perantara & Kesultanan Banten berkembang pesat,
menjadi salah satu pusat niaga yg penting pada masa itu. Perdagangan
laut berkembang ke seluruh Nusantara, Banten menjadi kawasan
multi-etnis.
Dibantu orang Inggris, Denmark & Tionghoa, Banten berdagang
dengan Persia, India, Siam, Vietnam, Filipina, Cina & Jepang. Masa
Sultan Ageng Tirtayasa [bertahta 1651-1682] dipandang sebagai masa
kejayaan Banten. Di bawah dia, Banten memiliki armada yg mengesankan,
dibangun atas contoh Eropa, serta juga telah mengupah orang Eropa
bekerja pada Kesultanan Banten. Dalam mengamankan jalur pelayarannya
Banten juga mengirimkan armada lautnya ke Sukadana atau Kerajaan
Tanjungpura [Kalimantan Barat sekarang] & menaklukkannya tahun 1661.
Pada masa ini Banten juga berusaha keluar dari tekanan yg dilakukan
VOC, yg sebelumnya telah melakukan blokade atas kapal-kapal dagang
menuju Banten.
Daftar Sultan Banten
- Maulana Hasanuddin atau Pangeran Sabakingkin 1552-1570
- Maulana Yusuf atau Pangeran Pasareyan 1570-1585
- Maulana Muhammad atau Pangeran Sedangrana 1585-1596
- Sultan Abu al-Mafakhir Mahmud Abdulkadir atau Pangeran Ratu 1596-1647
- Sultan Abu al-Ma’ali Ahmad 1647-1651
- Sultan Ageng Tirtayasa atau Sultan Abu al-Fath Abdul Fattah 1651-1682
- Sultan Haji atau Sultan Abu Nashar Abdul Qahar 1683-1687
- Sultan Abu Fadhl Muhammad Yahya 1687-1690
- Sultan Abul Mahasin Muhammad Zainul Abidin 1690-1733
- Sultan Abul Fathi Muhammad Syifa Zainul Arifin 1733-1747
- Ratu Syarifah Fatimah 1747-1750
- Sultan Arif Zainul Asyiqin al-Qadiri 1753-1773
- Sultan Abul Mafakhir Muhammad Aliuddin 1773-1799
- Sultan Abul Fath Muhammad Muhyiddin Zainussalihin 1799-1803
- Sultan Abul Nashar Muhammad Ishaq Zainulmutaqin 1803-1808
- Sultan Muhammad bin Muhammad Muhyiddin Zainussalihin 1809-1813
Perang Saudara, Perebutan Kekuasaan Kesultanan Banten
Sekitar tahun 1680 muncul perselisihan dlm Kesultanan Banten, akibat
perebutan kekuasaan & pertentangan antara Sultan Ageng dengan
putranya Sultan Haji. Perpecahan ini dimanfaatkan oleh Vereenigde
Oostindische Compagnie [VOC] yg memberikan dukungan kepada Sultan Haji,
sehingga perang saudara tak dapat dielakkan. Sementara dlm memperkuat
posisinya, Sultan Haji atau Sultan Abu Nashar Abdul Qahar juga sempat
mengirimkan 2 orang utusannya, menemui Raja Inggris di London tahun 1682
untuk mendapatkan dukungan serta bantuan persenjataan.
Dalam perang ini Sultan Ageng terpaksa mundur dari istananya &
pindah ke kawasan yg disebut dengan Tirtayasa, namun pada 28 Desember
1682 kawasan ini juga dikuasai oleh Sultan Haji bersama VOC. Sultan
Ageng bersama putranya yg lain Pangeran Purbaya & Syekh Yusuf dari
Makasar mundur ke arah selatan pedalaman Sunda. Namun pada 14 Maret 1683
Sultan Ageng tertangkap kemudian ditahan di Batavia. Sementara VOC
terus mengejar & mematahkan perlawanan pengikut Sultan Ageng yg
masih berada dlm pimpinan Pangeran Purbaya & Syekh Yusuf. Pada 5 Mei
1683, VOC mengirim Untung Surapati yg berpangkat letnan beserta pasukan
Balinya, bergabung dengan pasukan pimpinan Letnan Johannes Maurits van
Happel menundukkan kawasan Pamotan & Dayeuh Luhur, di mana pada 14
Desember 1683 mereka berhasil menawan Syekh Yusuf. Sementara sesudah
terdesak akhirnya Pangeran Purbaya menyatakan menyerahkan diri.
Kemudian Untung Surapati disuruh oleh Kapten Johan Ruisj untuk
menjemput Pangeran Purbaya, & dlm perjalanan membawa Pangeran
Purbaya ke Batavia, mereka berjumpa dengan pasukan VOC yg dipimpin oleh
Willem Kuffeler, namun terjadi pertikaian di antara mereka, puncaknya
pada 28 Januari 1684, pos pasukan Willem Kuffeler dihancurkan, &
berikutnya Untung Surapati beserta pengikutnya menjadi buronan VOC.
Sedangkan Pangeran Purbaya sendiri baru pada 7 Februari 1684 sampai di
Batavia.
Penurunan Kesultanan Banten & Monopoli Perdagangan oleh VOC
Bantuan & dukungan VOC kepada Sultan Haji mesti dibayar dengan
memberikan kompensasi kepada VOC di antaranya pada 12 Maret 1682,
wilayah Lampung diserahkan kepada VOC, seperti tertera dlm surat Sultan
Haji kepada Mayor Issac de Saint Martin, Admiral kapal VOC di Batavia yg
sedang berlabuh di Banten. Surat itu kemudian dikuatkan dengan surat
perjanjian tanggal 22 Agustus 1682 yg membuat VOC memperoleh hak
monopoli perdagangan lada di Lampung. Selain itu berdasarkan perjanjian
tanggal 17 April 1684, Sultan Haji juga mesti mengganti kerugian akibat
perang tersebut kepada VOC. Setelah meninggalnya Sultan Haji tahun 1687,
VOC mulai mencengkramkan pengaruhnya di Kesultanan Banten, sehingga
pengangkatan para Sultan Banten mesti mendapat persetujuan dari Gubernur
Jendral Hindia-Belanda di Batavia. Sultan Abu Fadhl Muhammad Yahya
diangkat mengantikan Sultan Haji namun hanya berkuasa sekitar tiga
tahun, selanjutnya digantikan oleh saudaranya Pangeran Adipati dengan
gelar Sultan Abul Mahasin Muhammad Zainul Abidin & kemudian dikenal
juga dengan gelar Kang Sinuhun ing Nagari Banten. Perang saudara yg
berlangsung di Banten meninggalkan ketidakstabilan pemerintahan masa
berikutnya.
Konfik antara keturunan penguasa Banten maupun
gejolak ketidakpuasan masyarakat Banten, atas ikut campurnya VOC dlm
urusan Banten. Perlawanan rakyat kembali memuncak pada masa akhir
pemerintahan Sultan Abul Fathi Muhammad Syifa Zainul Arifin, di
antaranya perlawanan Ratu Bagus Buang & Kyai Tapa. Akibat konflik yg
berkepanjangan Sultan Banten kembali meminta bantuan VOC dlm meredam
beberapa perlawanan rakyatnya sehingga sejak 1752 Banten telah menjadi
vassal dari VOC.
Penghapusan Kesultanan oleh Hindia Belanda
Pada tahun 1808 Herman Willem Daendels, Gubernur
Jenderal Hindia Belanda 1808-1810, memerintahkan pembangunan Jalan Raya
Pos untuk mempertahankan pulau Jawa dari serangan Inggris. Daendels
memerintahkan Sultan Banten untuk memindahkan ibu kotanya ke Anyer &
menyediakan tenaga kerja untuk membangun pelabuhan yg direncanakan akan
dibangun di Ujung Kulon. Sultan menolak perintah
Daendels, sebagai jawabannya Daendels memerintahkan penyerangan atas
Banten & penghancuran Istana Surosowan. Sultan beserta keluarganya
disekap di Puri Intan [Istana Surosowan] & kemudian dipenjarakan di
Benteng Speelwijk.
Sultan Abul Nashar Muhammad Ishaq Zainulmutaqin kemudian diasingkan
& dibuang ke Batavia. Pada 22 November 1808, Daendels mengumumkan
dari markasnya di Serang bahwa wilayah Kesultanan Banten telah diserap
ke dlm wilayah Hindia Belanda. Kesultanan Banten resmi dihapuskan tahun
1813 oleh pemerintah kolonial Inggris. Pada tahun itu, Sultan Muhammad
bin Muhammad Muhyiddin Zainussalihin dilucuti & dipaksa turun tahta
oleh Thomas Stamford Raffles. Peristiwa ini merupaken pukulan pamungkas
yg mengakhiri riwayat Kesultanan Banten.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar