Kata Siak Sri Inderapura, secara harfiah dapat bermakna pusat kota
raja yg taat beragama, dlm bahasa Sanskerta, sri berarti “bercahaya”
& indera atau indra dapat bermakna raja. Sedangkan pura dapat
bermaksud dengan “kota” atau “kerajaan”. Siak dlm anggapan masyarakat
Melayu sangat bertali erat dengan agama Islam, Orang Siak ialah
orang-orang yg ahli agama Islam, kalau seseorang hidupnya tekun beragama
dapat dikatakan sebagai Orang Siak. . Nama Siak, dapat merujuk kepada
sebuah klan di kawasan antara Pakistan & India, Sihag atau Asiagh yg
bermaksud pedang.
Masyarakat ini dikaitkan dengan bangsa Asii, masyarakat nomaden yg disebut oleh masyarakat Romawi, dan
diidentifikasikan sebagai Sakai oleh Strabo seorang penulis geografi
dari Yunani. Berkaitan dengan ini pada sehiliran Sungai Siak sampai hari
ini masih dijumpai masyarakat terasing yg dinamakan sebagai Orang
Sakai. Kesultanan Siak Sri Inderapura ialah sebuah Kerajaan Melayu Islam
yg pernah berdiri di Kabupaten Siak, Provinsi Riau, Indonesia.
Kerajaan ini didirikan di Buantan oleh Raja Kecil dari Pagaruyung bergelar Sultan Abdul Jalil
pada tahun 1723, sesudah sebelumnya terlibat dlm perebutan tahta Johor.
Dalam perkembangannya, Kesultanan Siak muncul sebagai sebuah kerajaan
bahari yg kuat & menjadi kekuatan yg diperhitungkan di pesisir timur
Sumatera & Semenanjung Malaya di tengah tekanan imperialisme Eropa.
Jangkauan terjauh pengaruh kerajaan ini sampai ke Sambas di Kalimantan
Barat, sekaligus mengendalikan jalur pelayaran antara Sumatera &
Kalimantan. Pasang surut kerajaan ini tak lepas dari persaingan dlm
memperebutkan penguasaan jalur perdagangan di Selat Malaka.
Setelah Proklamasi Kemerdekaan Indonesia, Sultan Siak terakhir,
Sultan Syarif Kasim II menyatakan kerajaannya bergabung dengan Republik
Indonesia. Membandingkan dengan catatan Tomé Pires yg ditulis antara
tahun 1513-1515, Siak merupaken kawasan yg berada antara Arcat &
Indragiri yg disebutnya sebagai kawasan pelabuhan raja Minangkabau,
kemudian menjadi vasal Malaka sebelum ditaklukan oleh Portugal.
Munculnya VOC sebagai penguasa di Malaka, Siak diklaim oleh Johor
sebagai bagian wilayah kedaulatannya sampai munculnya Raja Kecil. Dalam
Syair Perang Siak, Raja Kecil putra Pagaruyung,
didaulat menjadi penguasa Siak atas mufakat masyarakat di Bengkalis,
sekaligus melepaskan Siak dari pengaruh Johor. Sementara Raja Kecil dlm
Hikayat Siak disebut juga dengan sang pengelana pewaris Sultan Johor yg
kalah dlm perebutan kekuasaan. Berdasarkan korespodensi Sultan
Indermasyah Yang Dipertuan Pagaruyung dengan Gubernur Jenderal Belanda
di Melaka waktu itu, menyebutkan bahwa Sultan Abdul Jalil merupaken
saudaranya yg diutus untuk urusan dagang dengan pihak VOC.
Kemudian Sultan Abdul Jalil dlm suratnya tersendiri, yg ditujukan
kepada pihak Belanda menyebut dirinya sebagai Raja Kecil dari
Pagaruyung, akan menuntut balas atas kematian Sultan Johor. Sebelumnya
dari catatan Belanda, telah mencatat pada tahun 1674, ada datang utusan
dari Johor untuk mencari bantuan bagi raja Minangkabau berperang melawan
raja Jambi.
Dalam salah satu versi Sulalatus Salatin juga menceritakan tentang
bagaimana hebatnya serangan Jambi ke Johor [1673], yg mengakibatkan
hancurnya pusat pemerintahan Johor, yg sebelumnya juga telah dihancurkan
oleh Portugal & Aceh. Kemudian berdasarkan surat dari raja Jambi,
Sultan Ingalaga kepada VOC pada tahun 1694, menyebutkan bahwa Sultan
Abdul Jalil dari Pagaruyung, hadir menjadi saksi perdamaian dari
perselisihan mereka. Pada tahun 1718 Sultan Abdul Jalil berhasil
menguasai Kesultanan Johor sekaligus mengukuhkan dirinya sebagai Sultan
Johor dengan gelar Yang Dipertuan Besar Johor, namun pada tahun 1722
terjadi pemberontakan yg dipimpin oleh Raja Sulaiman anak Bendahara
Johor, yg juga menuntut hak atas tahta Johor, dibantu oleh pasukan
bayaran dari Bugis. Akhir dari peperangan ini, Raja Sulaiman mengukuhkan
diri menjadi penguasa Johor di pedalaman Johor, sementara Sultan Abdul
Jalil, pindah ke Bintan & kemudian tahun 1723 membangun pusat
pemerintahan baru di sehiliran Sungai Siak dengan nama Siak Sri
Inderapura.
Sementara pusat pemerintahan Johor yg sebelumnya berada sekitar muara
Sungai Johor ditinggalkan begitu saja, & menjadi status quo dari
masing-masing penguasa yg bertikai tersebut. Sedangkan klaim Raja Kecil
sebagai pewaris sah tahta Johor diakui oleh komunitas Orang Laut,
kelompok masyarakat yg bermukim pada kawasan kepulauan membentang dari
timur Sumatera sampai ke Lautan Cina Selatan & loyalitas ini terus
bertahan sampai kepada beberapa keturunan Raja Kecil berikutnya.
Kemajuan Perdagangan Kesultanan Siak
Kesultanan Siak Sri Inderapura mengambil keuntungan atas pengawasan
perdagangan melalui Selat Melaka serta kemampuan mengendalikan para
perompak di kawasan tersebut. Kemajuan perekonomian Siak terlihat dari
catatan Belanda yg menyebutkan pada tahun 1783, ada sekitar 171 kapal
dagang dari Siak menuju Malaka. Siak menjadi kawasan segitiga
perdagangan antara Belanda di Malaka & Inggris di Pulau Pinang.
Namun disisi lain kejayaan Siak ini memberi kecemburuan pada keturunan
Yang Dipertuan Muda terutama sesudah hilangnya kekuasaan mereka pada
kawasan Kepulauan Riau. Sikap ketidaksukaan & permusuhan terhadap
Sultan Siak, terlihat dlm Tuhfat al-Nafis, di mana dlm deskripsi
ceritanya mereka mengambarkan Sultan Siak sebagai orang yg rakus akan
kekayaan dunia. Peranan Sungai Siak sebagai bagian kawasan inti dari
kerajaan ini berpengaruh besar terhadap kemajuan perekonomian Siak Sri
Inderapura.
Sungai Siak merupaken kawasan pengumpulan berbagai
produk perdagangan, mulai dari kapur barus, benzoar bahkan timah &
emas. Sementara pada saat bersamaan masyarakat Siak juga telah menjadi
eksportir kayu yg utama di Selat Malaka serta salah satu kawasan
industri kayu terutama untuk pembuatan kapal maupun untuk bangunan.
Dengan cadangan kayu yg berlimpah, pada tahun 1775 Belanda mengizinkan
kapal-kapal Siak mendapat akses langsung kepada sumber beras & garam
di Pulau Jawa, tanpa harus membayar kompensasi kepada VOC namun tentu
dengan syarat Belanda juga diberikan akses langsung kepada sumber kayu
di Siak, yg mereka sebut sebagai kawasan hutan hujan yg tak berujung.
Dominasi Kesultanan Siak terhadap wilayah pesisir pantai timur Sumatera
& Semenanjung Malaya cukup signifikan, mereka mampu
mengantikan pengaruh Johor sebelumnya atas penguasaan jalur
perdagangan, selain itu Kesultanan Siak juga muncul sebagai pemegang
kunci ke dataran tinggi Minangkabau, melalui tiga sungai utama yaitu
Siak, Kampar, & Kuantan, yg sebelumnya telah menjadi kunci bagi
kejayaan Malaka. Namun demikian kemajuan perekonomian Siak memudar
seiring dengan munculnya gejolak di pedalaman Minangkabau yg dikenal dengan Perang Padri.
Masa Kejayaan Sultan Siak
Dengan klaim sebagai pewaris Malaka, pada tahun 1724-1726 Sultan
Abdul Jalil melakukan perluasan wilayah, dimulai dengan memasukan Rokan
ke dlm wilayah Kesultanan Siak, membangun pertahanan armada laut di
Bintan. Namun tahun 1728 atas perintah Raja Sulaiman, Yang Dipertuan
Muda bersama pasukan Bugisnya, berhasil menekan Raja Kecil keluar dari
kawasan kepulauan. Raja Sulaiman kemudian menjadikan Bintan sebagai
pusat pemerintahannya & atas keberhasilan itu Yang Dipertuan Muda
diberi kedudukan di Pulau Penyengat. Sementara Raja Kecil terpaksa
melepas hegemoninya pada kawasan kepulauan & mulai membangun
kekuatan baru pada kawasan sepanjang pesisir timur Sumatera. Antara
tahun 1740-1745, Raja Kecil kembali bangkit & menaklukan beberapa
kawasan di Semenanjung Malaya.
Ancaman dari Siak, serta di saat bersamaan Johor juga mulai tertekan
oleh orang-orang Bugis yg meminta balas atas jasa mereka. Hal ini
membuat Raja Sulaiman pada tahun 1746 meminta bantuan Belanda di Malaka
& menjanjikan memberikan Bengkalis kepada Belanda, kemudian direspon
oleh VOC dengan mendirikan gudang pada kawasan tersebut. Sepeninggal
Raja Kecil tahun 1746, klaim atas Johor memudar, & pengantinya
Sultan Mahmud fokus kepada penguatan kedudukannya di pesisir timur
Sumatera & daerah vazal di Kedah & kawasan pantai timur
Semenanjung Malaya. Pada tahun 1761, Sultan Siak membuat perjanjian
ekslusif dengan pihak Belanda, dlm urusan dagang & hak atas
kedaulatan wilayahnya serta bantuan dlm bidang persenjataan.
Walau kemudian muncul dualisme kepemimpinan di kerajaan ini yg
awalnya tanpa ada pertentangan di antara mereka, Raja Muhammad Ali, yg
lebih disukai Belanda, kemudian menjadi Sultan Siak, sementara sepupunya
Raja Ismail, tak disukai oleh Belanda, muncul sebagai Raja Laut,
menguasai perairan timur Sumatera sampai ke Lautan Cina Selatan,
membangun kekuatan di gugusan Pulau Tujuh. Sekitar tahun 1767, Raja Ismail,
telah menjadi duplikasi dari Raja Kecil, didukung oleh Orang Laut,
terus menunjukan dominasinya di kawasan perairan timur Sumatera, dengan
mulai mengontrol perdagangan timah di Pulau Bangka, kemudian menaklukan
Mempawah di Kalimantan Barat. Sebelumnya Raja Ismail juga turut membantu
Terengganu menaklukan Kelantan, hubungan ini kemudian diperkuat oleh
adanya ikatan perkawinan antara Raja Ismail dengan saudara perempuan
Sultan Terengganu.
Pengaruh Raja Ismail di kawasan Melayu sangat signifikan mulai dari
Terengganu, Jambi & Palembang. Laporan Belanda menyebutkan Palembang
telah membayar 3000 ringgit kepada Raja Ismail agar jalur pelayarannya
aman dari gangguan, sementara Hikayat Siak menceritakan tentang
kemeriahan sambutan yg diterima oleh Raja Ismail sewaktu kedatangannya
ke Palembang. Pada abad ke-18 Kesultanan Siak telah menjadi kekuatan yg
dominan di pesisir timur Sumatera. Tahun 1780 Kesultanan Siak
menaklukkan daerah Langkat, & menjadikan wilayah tersebut dlm
pengawasannya, termasuk wilayah Deli & Serdang. Di bawah ikatan
perjanjian kerjasama dengan VOC, pada tahun 1784 Kesultanan Siak
membantu VOC menyerang & menundukkan Selangor, sebelumnya mereka
telah bekerjasama memadamkan pemberontakan Raja Haji Fisabilillah di
Pulau Penyengat.
Daftar Sultan Siak Sri Inderapura
1723-1746 Yang Dipertuan Besar Siak
Sultan Abdul Jalil Syah
Sultan Abdul Jalil Syah
1746-1761 Sultan Abdul Jalil Syah II
Sultan Mahmud Memindahkan pusat pemerintahan ke Mempura**
Sultan Mahmud Memindahkan pusat pemerintahan ke Mempura**
1761-1761 Sultan Abdul Jalil Syah III
Raja Ismail Dipaksa VOC turun tahta, kemudian berkelana selama 18 tahun*
Raja Ismail Dipaksa VOC turun tahta, kemudian berkelana selama 18 tahun*
1761-1770 Masa peralihan
1770-1779 Sultan Abdul Jalil Muazzam Syah
Raja Muhammad Ali Johor telah menjadi bagian dari Siak Sri Inderapura
Raja Muhammad Ali Johor telah menjadi bagian dari Siak Sri Inderapura
Mengizinkan pendirian Kerajaan Negeri Sembilan tahun 1773
1779-1781 Sultan Abdul Jalil Syah III
Raja Ismail Kembali berkuasa
Raja Ismail Kembali berkuasa
1781-1791 Sultan Abdul Jalil Muzaffar Syah
Sultan Yahya Pada tanggal 1-8-1782 membuat perjanjian dengan VOC dlm berperang melawan Inggris, Meninggal dunia tahun 1791 & dimakamkan di Tanjung Pati [Che Lijah, Dungun, Terengganu, Malaysia]
Sultan Yahya Pada tanggal 1-8-1782 membuat perjanjian dengan VOC dlm berperang melawan Inggris, Meninggal dunia tahun 1791 & dimakamkan di Tanjung Pati [Che Lijah, Dungun, Terengganu, Malaysia]
1791-1811 Sultan Abdul Jalil Saifuddin
Sultan Sayyid Ali Putra dari Sayyid Osman al-Syaikh ‘Ali Ba’ Alawi, yg menikahi cucu perempuan Raja Kecil
Sultan Sayyid Ali Putra dari Sayyid Osman al-Syaikh ‘Ali Ba’ Alawi, yg menikahi cucu perempuan Raja Kecil
1811-1827 Sultan Abdul Jalil Khaliluddin
Sultan Sayyid Ibrahim Membuat perjanjian kerjasama dengan Inggris tanggal 31 Agustus 1818.
Kemudian dengan Belanda tahun 1822
Sultan Sayyid Ibrahim Membuat perjanjian kerjasama dengan Inggris tanggal 31 Agustus 1818.
Kemudian dengan Belanda tahun 1822
Pengaruh dari Perjanjian London tahun 1824, beberapa wilayah Siak
lepas & menjadi bagian dari kolonialisasi antara Inggris &
Belanda.
Johor lepas dari Siak, berada dlm pengawasan Inggris.
Pulau Lingga menjadi wilayah pengawasan Belanda.
Johor lepas dari Siak, berada dlm pengawasan Inggris.
Pulau Lingga menjadi wilayah pengawasan Belanda.
1827-1864 Sultan Abdul Jalil Jalaluddin
Sultan Sayyid Ismail Mangkubumi Sayyid al-Syarif Jalaluddin ‘Ali Ba’ Alawi
Sultan Sayyid Ismail Mangkubumi Sayyid al-Syarif Jalaluddin ‘Ali Ba’ Alawi
Menerima perjanjian baru dengan Inggris tahun 1840.
Tahun 1864 dipaksa Belanda turun tahta.
Tahun 1864 dipaksa Belanda turun tahta.
1864-1889 Sultan Syarif Kasim I Pengangkatannya mesti disetujui oleh
Ratu Belanda, Belanda menempatkan controleur di Siak Diperebutkan oleh
Inggris & Belanda dlm Perjanjian Sumatera
1889-1908 Yang Dipertuan Besar Syarif Hasyim Abdul Jalil Saifuddin
Sultan Syarif Hasyim Meresmikan Istana Siak Sri Inderapura
Sultan Syarif Hasyim Meresmikan Istana Siak Sri Inderapura
1915-1945 Yang Dipertuan Besar Syarif Kasyim Abdul Jalil Saifuddin
Sultan Syarif Kasim II Menyerahkan kerajaannya pada pemerintah Republik Indonesia
Sultan Syarif Kasim II Menyerahkan kerajaannya pada pemerintah Republik Indonesia
Penurunan Kesultanan Siak & Ekspansi kolonialisasi Belanda
Ekspansi kolonialisasi Belanda ke kawasan timur Pulau Sumatera tak
mampu dihadang oleh Kesultanan Siak, dimulai dengan lepasnya Kesultanan
Deli, Kesultanan Asahan & Kesultanan Langkat, kemudian muncul
Inderagiri sebagai kawasan mandiri. Begitu juga di Johor kembali
didudukan seorang sultan dari keturunan Tumenggung Johor, yg berada dlm
perlindungan Inggris di Singapura. Sementara Belanda memulihkan
kedudukan Yang Dipertuan Muda di Pulau Penyengat & kemudian
mendirikan Kesultanan Lingga di Pulau Lingga.
Selain itu Belanda juga mempersempit wilayah kedaulatan Siak, dengan
mendirikan Residentie Riouw pemerintahan Hindia-Belanda yg berkedudukan
di Tanjung Pinang. Penguasaan Inggris atas Selat Melaka, mendorong
Sultan Siak pada tahun 1840 untuk menerima tawaran perjanjian baru
mengganti perjanjian yg telah mereka buat sebelumnya pada tahun 1819.
Perjanjian ini menjadikan wilayah Kesultanan Siak semakin kecil &
terjepit antara wilayah kerajaan kecil lainnya yg mendapat perlindungan
dari Inggris.
Demikian juga pihak Belanda menjadikan kawasan Siak sebagai salah
satu bagian dari pemerintahan Hindia-Belanda, sesudah memaksa Sultan
Siak menandatangani perjanjian pada 1 Februari 1858. Dari perjanjian
tersebut Siak Sri Inderapura kehilangan kedaulatannya, kemudian dlm
setiap pengangkatan raja Siak mesti mendapat persetujuan dari Belanda.
Selanjutnya dlm pengawasan wilayah, Belanda mendirikan pos militer di
Bengkalis serta melarang Sultan Siak membuat perjanjian dengan pihak
asing tanpa persetujuan Residen Riau pemerintahan Hindia-Belanda.
Perubahan peta politik atas penguasaan jalur Selat Malaka, kemudian
adanya pertikaian internal Siak & persaingan dengan Inggris &
Belanda melemahkan pengaruh hegemoni Kesultanan Siak atas
wilayah-wilayah yg pernah dikuasainya.
Tarik ulur kepentingan kekuatan asing terlihat pada Perjanjian Sumatera
antara pihak Inggris & Belanda, menjadikan Siak berada pada posisi
yg dilematis, berada dlm posisi tawar yg lemah. Kemudian berdasarkan
perjanjian pada 26 Juli 1873, pemerintah Hindia-Belanda memaksa Sultan
Siak, untuk menyerahkan wilayah Bengkalis kepada Residen Riau. Namun di
tengah tekanan tersebut Kesultanan Siak masih mampu tetap bertahan
sampai kemerdekaan Indonesia, walau pada masa pendudukan tentara Jepang
sebagian besar kekuatan militer Kesultanan Siak sudah tak berarti lagi.
Bergabung dengan Indonesia
Sultan Syarif Kasim II, merupaken Sultan Siak terakhir yg tak memiliki putra, seiring dengan kemerdekaan Indonesia, Sultan Syarif Kasim II menyatakan kerajaannya bergabung dengan negara Republik Indonesia.
Struktur Pemerintahan
Pengaruh Kerajaan Pagaruyung, juga mewarnai sistem pemerintahan pada
Kesultanan Siak, sesudah Sultan Siak, terdapat Dewan Menteri yg mirip
dengan kedudukan Basa Ampek Balai di Minangkabau. Dewan Menteri ini
memiliki kekuasaan untuk memilih & mengangkat Sultan Siak, sama
dengan Undang Yang Ampat di Negeri Sembilan. Dewan Menteri bersama
dengan Sultan menetapkan undang-undang serta peraturan bagi
masyarakatnya.
Dewan menteri ini terdiri dari:
1. Datuk Tanah Datar
2. Datuk Limapuluh
3. Datuk Pesisir
4. Datuk Kampar
Seiring dengan perkembangan zaman, Siak Sri Inderapura juga melakukan
pembenahan sistem birokrasi pemerintahannya. Hal ini tak lepas dari
pengaruh model birokrasi pemerintahan yg berlaku di Eropa maupun yg
diterapkan pada kawasan kolonial Belanda atau Inggris. Modernisasi
sistem penyelenggaraan pemerintahan Siak terlihat pada naskah Ingat
Jabatan yg diterbitkan tahun 1897.
Naskah ini terdiri dari 33 halaman yg panjang serta ditulis dengan
Abjad Jawi. Ingat Jabatan merupaken dokumen resmi Siak Sri Inderapura yg
dicetak di Singapura, berisi rincian tanggung jawab dari berbagai
posisi atau jabatan di pemerintahan mulai dari pejabat istana, wakil
kerajaan di daerah jajahan, pengadilan maupun polisi. Pada bagian akhir
dari setiap uraian tugas para birokrat tersebut ditutup dengan
peringatan serta perintah untuk tak khianat kepada sultan & nagari.
Perkembangan selanjutnya, Siak Sri Inderapura juga menerbitkan salah
satu kitab hukum atau undang-undang, dikenal dengan nama Bab al-Qawa’id.
Kitab ini dicetak di Siak tahun 1901, menguraikan hukum yg dikenakan
kepada masyarakat Melayu & masyarakat lain yg terlibat perkara
dengan masyarakat Melayu.
Namun tak mengikat orang Melayu yg bekerja dengan pihak pemerintah
Hindia-Belanda, di mana jika terjadi permasalahan akan diselesaikan
secara bilateral antara Sultan Siak dengan pemerintah Hindia-Belanda.
Dalam pelaksanaan masalah pengadilan umum di Kesultanan Siak
diselesaikan melalui Balai Kerapatan Tinggi yg dipimpin oleh Sultan
Siak, Dewan Menteri & dibantu oleh Kadi Siak serta Controleur Siak
sebagai anggota.
Selanjutnya beberapa nama jabatan lainnya dlm pemerintahan Siak
antara lain Pangiran Wira Negara, Biduanda Pahlawan, Biduanda Perkasa,
Opas Polisi. Kemudian terdapat juga warga dlm yg bertanggung jawab
terhadap harta-harta disebut dengan Kerukuan Setia Raja, serta
Bendarhari Sriwa Raja yg bertanggung jawab terhadap pusaka kerajaan.
Dalam administrasi pemerintahannya Kesultanan Siak membagi kawasannya
atas hulu & hilir, masing-masing terdiri dari beberapa kawasan dlm
bentuk distrik yg dipimpin oleh seseorang yg bergelar Datuk atau Tuanku
atau Yang Dipertuan & bertanggungjawab kepada Sultan Siak yg juga
bergelar Yang Dipertuan Besar.
Pengaruh Islam & keturunan Arab mewarnai Kesultanan Siak, salah satunya keturunan Al-Jufri yg bergelar Bendahara Patapahan.
Pada kawasan tertentu di Siak Sri Inderapura, ditunjuk Kepala Suku yg
bergelar Penghulu, dibantu oleh Sangko Penghulu, Malim Penghulu serta
Lelo Penghulu. Sementara terdapat juga istilah Batin, dengan kedudukan
yg sama dengan Penghulu, namun memiliki kelebihan hak atas hasil hutan
yg tak dimiliki oleh Penghulu. Batin ini juga dibantu oleh Tongkat,
Monti & Antan-antan.
Istilah Orang Kaya juga digunakan untuk jabatan tertentu dlm Kesultanan Siak, sama halnya dengan pengertian Rangkayo atau Urang Kayo di Minangkabau terutama pada kawasan pesisir. Siak Sri Inderapura
sampai sekarang tetap diabadikan sebagai nama ibu kota dari Kabupaten
Siak, & Balai Kerapatan Tinggi yg dibangun tahun 1886 serta Istana
Siak Sri Inderapura yg dibangun pada tahun 1889, masih tegak berdiri
sebagai simbol kejayaan masa silam, termasuk Tari Zapin & Tari
Olang-olang yg pernah mendapat kehormatan menjadi pertunjukan utama
untuk ditampilkan pada setiap perayaan di Kesultanan Siak Sri
Inderapura. Begitu juga nama Siak masih melekat merujuk kepada nama
sebuah sungai di Provinsi Riau sekarang, yaitu Sungai Siak yg bermuara
pada kawasan timur pulau Sumatera.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar