Sejarah Johor dimulai pada masa pemerintahan Kesultanan Malaka.
Sebelumnya daerah Johor merupakan bagian dari Kesultanan Malaka,
kemudian Malaka jatuh akibat penaklukan Portugal pada tahun 1511.
Berdasarkan Sulalatus Salatin, setelah wafatnya Sultan Malaka,Mahmud
Syah tahun 1528 di Kampar,Sultan Alauddin Syah, salah seorang putra raja
Malaka, menjadikan Johor sebagai pusat pemerintahannya dan kemudian
dikenal sebagai Kesultanan Johor.
Sebagai pewaris Malaka, Sultan Johor menganggap wilayah Johor,
Pahang,Selangor, Singapura, Kepulauan Riau, dan daerah-daerah di
Sumatera seperti Deli,Siak, Rokan, Inderagiri, Batu Bara, danJambi
sebagai wilayah kedaulatan nya. Pengaruh perjanjian London tahun 1824
bekas wilayah Kesultanan Johor dibagi atas wilayah jajahan Inggris dan
Belanda. Setelah kemerdekaan Malaysia, Johor kemudian menjadi salah satu
negara bagian Malaysia pada tahun 1963.
Sejarah Johor sebagai negeri telah dimulai sekitar abad ke-9 M. Saat
itu, Johor telah berkembang menjadi bandar perdagangan yang cukup ramai.
Karena posisi inilah, maka Johor kemudian menjadi incaran kekuatan
besar yang ada di Nusantara. Pada abad ke-14, Johor ditaklukkan oleh
Majapahit. Ketika Majapahit mulai melemah, kemudian muncul Malaka
sebagai kekuatan baru pada abad ke-15. Saat itu, Johor segera beralih
penguasa, menjadi daerah kekuasaan Malaka. Selama lebih dari satu abad,
Johor terus berada dalam kekuasaan Malaka, hingga datangnya pasukan
kolonial Portugis menyerang dan menghancurkan Malaka. Malaka runtuh,
penguasanya, Sultan Mahmud melarikan diri ke Pahang, kemudian ke Bentan
Johor.
Di Bentan Johor, Sultan Mahmud Shah mencoba menghimpun kekuatan dengan
mengumpulkan kembali sisa-sisa pasukannya. Dengan sisa pasukannya ini,
ia kemudian beberapa kali menyerang Malaka. Sultan Mahmud juga melakukan
blokade perdagangan yang menggangu jalur perniagaan Portugis. Untuk
mengatasi perlawanan Sultan Mahmud, pada tahun 1526, Portugis kemudian
mengirim sepasukan tentara dengan kapal besar di bawah pimpinan Pedro
Mascarenhaas untuk menyerang Bandar Bentan. Bentan ambruk, Sultan Mahmud
kembali menyingkir, kali ini ke menyeberang Selat Malaka menuju Kampar,
Riau. Di sinilah ia meninggal dunia.
Sultan Mahmud meninggalkan dua orang putera: Tengku Muzaffar Shah dan
Tengku Alauddin Riayat Shah. Muzaffar Shah kemudian menjadi Sultan
Perak, sementara Alauddin Riayat Shah kembali ke Johor dan menjadi
Sultan Johor yang pertama. Selanjutnya, Kerajaan Johor ini lebih dikenal
dengan nama Kesultanan Johor-Riau-Lingga." Kerajaan Johor telah resmi
berdiri.
Perang Melawan Portugis
Sebagai keturunan Sultan Mahmud, Sultan Alauddin Riayat Shah
berkewajiban untuk melanjutkan perjuangan ayahnya melawan penjajah
Portugis. Sebagai tindak lanjut dari itu, ia kemudian membangun sebuah
kota di Johor Lama yang terletak di tebing Sungai Johor. Dari tempat
inilah, ia kemudian terus melancarkan serangan terhadap Portugis di
Malaka. Dalam perlawanan ini, ia terus menerus bekerjasama dengan
saudaranya Sultan Perak, dan juga Sultan Pahang.
Perang antara Portugis dan Johor terus berlangsung. Pada saat bersamaan,
muncul sebuah kekuatan baru diujung barat Sumatera, yaitu Aceh. Karena
Portugis beragama Kristen, maka pedagang muslim kemudian banyak yang
berpindah ke Aceh, sehingga pelabuhan Aceh menjadi ramai. Seiring
kebangkitan Aceh, timbul pula semangat ekspansi untuk menguasai
Semenanjung Malaya. Maka, kemudian Aceh menyerang Portugis di Malaka dan
Johor di Bentan. Merasa menghadapi musuh yang sama, Johor yang semula
bertikai dengan Portugis, kemudian bersatu melawan Aceh. Ketika Aceh
sudah mulai lemah, Johor dan Portugis kembali bertikai.
Ketika Belanda tiba di Asia Tenggara, Johor mengajaknya bersekutu
melawan Portugis. Belanda setuju dan kemudian membantu Johor mengusir
Portugis. Akhirnya, pada tahun 1641, Belanda dan Johor berhasil
mengalahkan Portugis di Malaka. Konsekuensinya, Malaka kemudian harus
diserahkan pada Belanda. Menurut pepatah, nasib Malaka ibarat keluar
dari mulut buaya, kemudian masuk ke mulut harimau. Kekuasan Belanda atas
Malaka berakhir ketika perjanjian antara Inggris dan Belanda
ditandatangani pada tahun 1824. Sejak saat itu, Malaka masuk ke dalam
mulut harimau lain: Inggris.
Pada tahun 1666, Kerajaan Jambi di Sumatera yang banyak membantu Johor
dalam melawan Portugis berusaha unutk melepaskan diri dari kekuasaan
Johor. Akibatnya, terjadilah peperangan antara Jambi yang ingin merdeka
melawan Johor yang ingin mempertahankan daerah kekuasaannya. Peperangan
berlangsung dari 1666 hingga 1673, hingga akhirnya Johor berhasil
dikalahkan Jambi, dan ibukota Johor, Batu Sawar dihancurkan oleh pasukan
Jambi. Untuk mengalahkan Jambi, pada tahun 1679, Laksana Tun Abdul
Jalil dari Johor meminta bantuan Bugis untuk menyerang Jambi. Atas
bantuan Bugis, Johor kemudian berhasil mengalahkan Jambi.
Perang Saudara
Kekalahan Jambi di tangan Johor dengan bantuan orang-orang Bugis
ternyata tidak menyelesaikan masalah. Masalah tersebut mulai timbul
ketika Sultan Mahmud II mangkat pada tahun 1699 tanpa meninggalkan Putra
Mahkota. Perselisihan mulai muncul karena perebutan kekuasaan.
Bendahara Tun Abdul Jali kemudian melantik dirinya sebagai Sultan Johor
dengan gelar Sultan Abdul Jalil Riayat Shah IV. Pelantikan ini telah
menimbulkan ketidaksenangan di hati para Pembesar Istana, sebab Abdul
Jalil bukanlah orang yang berhak untuk menduduki jabatan tersebut.
Pada sisi lain, pengaruh Bugis yang banyak membantu Johor ketika melawan
Jambi mulai bertambah kuat. Orang-orang Minangkabau yang berjumlah
cukup banyak juga terus memperkuat pengaruhnya. Di kalangan orang
Minangkabau, ada seorang putra dari Siak, bernama Raja Kecil, mengaku
sebaga pewaris sah Sultan Mahmud II. Semua kelompok ini berambisi untuk
memegang tampuk kekuasaan. Hingga suatu ketika, Raja Kecil meminta
bantuan orang-orang Bugis untuk menggulingkan Bendahara Abdul Jalil dari
kekuasaannya. Saat itu, orang Bugis bersedia membantu, namun mereka
harus ke Selangor terlebih dulu untuk mempersiapkan pasukan. Ketika
orang-orang Bugis pergi ke Selangor, Raja Kecil berinisiatif menyerang
Johor tanpa bantuan Bugis, dan berhasil menggulingkan Bendahara Abdul
Jalil.
Ketika orang-orang Bugis sudah kembali dari Selangor, mereka mendapatkan
Raja Kecil sudah menjadi Sultan Johor. Orang-orang Bugis kemudian
menuntut jabatan untuk mereka, tapi ditolak oleh Raja Kecil, karena
memang Bugis tidak membantunya dalam mengalahkan Abdul Jalil. Penolakan
Raja kecil telah membuat orang-orang Bugis kecewa. Keadaan ini kemudian
dimanfaatkan oleh Bendahara Abdul Jalil untuk meminta bantuan pada Daeng
Parani, pemimpin orang Bugis, menurunkan Raja Kecil dari tahta, dengan
imbalan orang Bugis akan dilantik menjadi Yang Dipertuan Muda. Abdul
Jalil dan orang Bugis kemudian berhasil menurunkan Raja Kecil pada tahun
1722 M. Selanjutnya, anak Bendahara Abdul Jalil dilantik menjadi sultan
dengan gelar, Sultan Sulaiman Badrul Alam Shah. Semetara Daeng Marewah,
pemimpin orang Bugis menjadi Yang Dipertuan Muda. Dalam praktiknya,
ternyata Sultan sangat lemah dan tidak punya kuasa, sebab kekuasaan
dipegang oleh Daeng Marewa.
Johor, Singapura dan Inggris
Kawasan Selat Malaka merupakan pusat lalu lintas perdagangan, karena
itu, selalu menjadi incaran para kolonial Eropa. Pada 29 Januari 1819,
Raffles, Gubernur Jenderal Inggris di Bengkulu tiba di Singapura. Saat
itu, Singapura merupakan wilayah kekuasaan Johor, dikepalai oleh seorang
Tumenggung. Ketika itu, kondisi politik di Johor tidak stabil karena
adanya campur tangan Belanda dan Bugis. Tahta Johor saat itu dipegang
oleh Tengku Abdul Rahman. Ia menjadi sultan hanya karena abangnya,
Tengku Husin tidak berada di istana saat ayah mereka, Sultan Mahmud III
meninggal dunia.
Akal licik Raffles segera berjalan, ia kemudian mencoba memanfaatkan
situasi dengan membantu Tengku Husin menjadi Sultan Johor. Sebagai
imbalan, Tengku Husin harus mengizinkan Inggris membuka pelabuhan di
Singapura. Tengku Husin menyetujui permintaan Inggris, dengan syarat
Inggris membayar uang tahunan pada Sultan. Kesepakatan ini diperkuat
dalam suatu perjanjian pada 6 Februari 1819. Kemudian, atas bantuan
Tumenggung Johor di Singapura, Inggris berhasil membawa Tengku Husin
yang saat itu bersembunyi di Riau kembali ke Johor, dan berhasil menjadi
sultan.
Dengan diserahkannnya Singapura pada Inggris, maka wilayah Johor secara
geografis jadi terpisah dari Riau. Akhirnya, yang berkuasa di Riau
adalah orang-orang Bugis, sementara Sultan tetap di Johor, namun, secara
de facto, yang berkuasa adalah Tumenggung.
Pada tahun 1855, di bawah perjanjian antara Inggris di Singapura dan
Sultan Ali dari Johor, daerah Johor diserahkan kepada Raja Temenggung
Tun Daeng Ibrahim, sementara Muar masih tetap berada di bawah kekuasaan
Sultan. Tapi, pada tahun 1877, Muar akhirnya ikut diserahkan kepada
Temenggung Ibrahim. Temenggung Ibrahim kemudian membuka sebuah bandar
di selatan Johor, yang ia sebut Bandar Tanjung Putri dan menjadikannya
sebagai bandar utama. Dalam perkembangannya, bandar ini kemudian dikenal
dengan nama Johor Baru.
Ketika Temenggung Ibrahim meninggal, ia digantikan oleh anaknya,
Temenggung Abu Bakar yang bergelar Seri Maharaja Johor. Pada tahun 1866,
ia dilantik menjadi Sultan Johor secara resmi. Di masa kekuasaannya,
Sultan Abu Bakar Daeng Ibrahim memperbaiki sistem kenegaraan agar lebih
baik. Selain itu, ia juga membangun sebuah istana sebagai temapt tinggal
resmi sultan. Karena itu, ia kemudian disebut sebagai Bapak Johor
Modern. Di masa ini, Johor juga menikmati pertumbuhan ekonomi yang baik.
Di antara komoditas penting adalah lada hitan dan gambir. Karena
tingginya permintaan, kemudian banyak dibuka ladang perkebunan baru,
buruh-buruhnya didatangkan dari Cina.
Pada tahun 1914, Residen Inggris datang ke Johor. Kedatangan residen ini
terpaksa diterima oleh Sultan Ibrahim bin Sultan Abu Bakar, karena
kekuasaannya memang sudah sangat lemah. Ketika Perang Dunia II meletus
pada tahun 1939, Inggris yang bertanggungjawab terhadap keamanan Johor
dikalahkan dengan mudah oleh tentera Jepang. selanjutnya, Johor berada
di bawah kekuasaan Jepang dari tahun 1941 hingga 1945. Ketika perang
usai, Johor menjadi bagian dari wilayah Uni Malaya. Ketika Tanah Melayu
merdeka pada 31 agustus 1957, Johor merupakan salah satu dari 14 negara
bagian yang bergabung dalam negara Malaysia.
Berikut ini silsilah para penguasa Kerajaan Johor:
1- Sultan Mahmud Shah I (1511-1528)
2- Sultan Alauddin Riayat Shah II (Raja Ali/Raja Alauddin) (1528-1564)
3- Sultan Muzaffar Shah II (Raja Muzafar/Radin Bahar) (1564-1570)
4- Sultan Abd. Jalil Shah I (Raja Abdul Jalil) (1570-1571)
5- Sultan Ali Jalla Abdul Jalil Shah II (Raja Umar) (1570/71-1597)
6- Sultan Alauddin Riayat Shah III (Raja Mansur) (1597-1615)
7- Sultan Abdullah Ma‘ayat Shah (Raja Mansur) (1615-1623)
8- Sultan Abdul Jalil Shah III (Raja Bujang) (1623-1677)
9- Sultan Ibrahim Shah (Raja Ibrahim/Putera Raja Bajau) (1677-1685)
10- Sultan Mahmud Shah II (Raja Mahmud) (1685-1699)
11- Sultan Abdul Jalil IV (Bendahara Paduka Raja Tun Abdul Jalil) (1699-1720)
12- Sultan Abdul Jalil Rahmat Shah (Raja Kecil/Yang DiPertuan Johor) (1718-1722)
13- Sultan Sulaiman Badrul Alam Shah (Raja Sulaiman/Yang Dipertuan Besar Johor-Riau) (1722-1760)
14- Sultan Abdul Jalil Muazzam Shah (1760-1761)
15- Sultan Ahmad Riayat Shah (1761)
16- Sultan Mahmud Shah III (Raja Mahmud) (1761-1812)
17- Sultan Abdul Rahman Muazzam Shah (Tengku Abdul Rahman) (1812-1819)
18- Sultan Hussain Shah (Tengku Husin/Tengku Long) (1819-1835)
19- Sultan Ali (Tengku Ali, tapi tak diakui oleh Inggeris) (1835-1877)
20- Raja Temenggung Tun Daeng Ibrahim (Seri Maharaja Johor) (1855-1862)
21- Sultan Abu Bakar Daeng Ibrahim (Temenggung Che Wan Abu Bakar/Ungku Abu Bakar) (1862-1895)
22- Sultan Ibrahim bin Sultan Abu Bakar (1895-1959)
23- Sultan Ismail bin Sultan Ibrahim (1959-1981)
24- Sultan Mahmood Iskandar Al-Haj (1981-kini)
Periode Pemerintahan
Jika periode eksistensi Kerajaan Johor dimulai dari sejak runtuhnya
Malaka pada tahun 1511, maka usia kerajaan ini telah mencapai 5 abad.
Selama itu, telah berkuasa 24 orang sultan dengan segala kelebihan dan
kekurangannya. Ketika sultan yang berkuasa cakap dan cerdas, maka Johor
menjadi maju dan berkembang. Sebaliknya, ketika sultan yang berkuasa
hanya gila pada kekuasaan, banyak dirasuki iri dan dengki, kurang
memperhatikan nasib rakyat, maka Johor menjad lemah.
Wilayah Kekuasaan
Wilayah kekuasan Johor mencakup kawasan Johor, Singapura, Riau dan
Jambi. Saat ini, Johor hanyalah salah satu negara bagian di Malaysia.
Daerah-daerah yang dulu pernah di bawah kekuasaannya telah menjadi
daerah merdeka.
Struktur Pemerintahan
Struktur tertinggi kekuasaan di Johor berada di tangan sultan. Walaupun
di beberapa periode, yang berkuasa adalah pihak asing ataupun bawahan
yang lebih rendah, seperti Tumenggung. Hal ini semata-mata disebabkan
oleh kelemahan sultan. Untuk membantu sultan dalam menjalankan
pemerintahan, ia dibantu oleh bendahara dan tumenggung.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar