Kita sering dengar Kerajaan-kerajaan Di Mandar terdiri dari Pitu Ulunna
Salu dan Pitu Ba'bana Binanga (Tujuh Kerajaan di Hulu Sungai dan Tujuh
Kerajaan Di Muara Sungai). Tapi tahukah anda, kerajaan-kerajaan apa saja
yang dimaksud?
Kerajaan-kerajaan yang di maksud adalah :
Pitu Baqbana Binanga (PBB), meliputi:
1. Kerajaan Balanipa;
2. Kerajaan Binuang;
3. Kerajaan Sendana;
4. Kerajaan Banggae;
5. Kerajaan Pamboang;
6. Kerajaan Mamuju;
7. Kerajaan Tappalang.
Pitu Ulunna Salu (PUS), meliputi:
1. Kerajaan Tabulahan;
2. Kerajaan Aralle;
3. Kerajaan Mambi;
4. Kerajaan Bambang;
5. Kerajaan Rantebulahan;
6. Kerajaan Matangnga;
7. Kerajaan Tabang.
Masing-masing kerajaan menyandang gelar kebangsawanan berbeda untuk raja dalam menjalankan roda pemerintahannya, misalnya :
- Raja Balanipa dan Raja Sendana bergelarArayang,
- Raja Banggae dan Raja Pamboang bergelar Maraqdia,
- Raja Tappalang dan Raja Mamuju bergelar Maradika,
- Raja Binuang bergelar Arung,
- Raja Rantebulahan, Raja Matangnga, Raja Tabang dan Raja Bambang, bergelar Indo Lembang,
- Raja Aralle bergelar Indo Kadaneneq,
- Raja Tabulahan bergelar Indo Litaq.
Kerajaan-kerajaan di Wilayah Mandar bukan hanya Pitu Ulunna Salu dan
Pitu Babana Binanga, tetapi masih ada daerah kerajaan yang tidak
bergabung pada kedua wilayah tersebut (wilayah netral), kerajaan
tersebut dinamakan Tiparittiqna Uhai atau sering juga disebut Karua
Babana Minanga (KBM), misalnya :
1. Kerajaan Alu;
2. Kerajaan Tuqbi;
3. Kerajaan Taraqmanu;
dan masih ada beberapa kerajaan lainnya.
Semua kerajaan-kerajaan di Mandar ini saling menghormati pada bagian
wilayah masing-masing dan saling membantu seakan-akan mereka sebenarnya
satu wilayah layaknya satu negara kesatuan, makanya beberapa ahli
sejarah Mandar berpendapat bahwa kerajaan di Mandar tidak berbentuk
kerajaan layaknya kerajaan lain yang memerintah dan berdaulat di daerah
sendiri tapi melainkan Satu Kesatuan Wilayah yang saling menghormati.
Masuknya agama Islam di Tanah Mandar
Pada abad ke-17 agama Islam telah masuk ke tanah mandar, saat itu
pemerintahan di Wilayah Tanah Mandar masih berbentuk kerajaan.
Diantaranya ada 2 kerajaan besar di Tanah Mandar pada masa itu yaitu kerajaan Binuang dan Kerajaan Balanipa.
Awal penyebaran agama Islam di mulai dari daerah Kerajaan Binuang, yang
disebarkan oleh seorang musafir bangsa arab yang berlabuh di kawasan
Kerajaan Binuang
Dalam penyebaran agama Islam di Tanah Mandar saat itu tidak mendapatkan
kesulitan berat, karena kebudayaan yang ada pada saat itu sudah berbau
Islam.
Sehingga agama Islam yang disebarkan diterima dengan baik oleh
masyarakat terutama dari pihak kerajaan yang berkuasa pada saat itu.
Berikut ini merupakan beberapa pendapat atau paham yang diperoleh dari
beberapa nara sumber yang mengetahui mengenai sejarah masuknya agama
Islam di Tanah Mandar :
Pendapat Abdullah ( Tokoh adat Balanipa )
Mengatakan bahwa asal mula penyebaran agama Islam datang dari Arab dan
tiba di Wilayah Tanah Mandar Daerah Toma’ngalle, pada abad ke-17
(Toma’ngalle itu nama pada abad 17 dan sekarang diberi nama tammangalle
). Yang dibawah oleh seorang musafir yang bernama Kamaruddin Rahim.
Setelah beliau berada di Tamangalle, beliau menyebarkan agama Islam.
Saat beliau melakukan shalat 5 ( lima ) waktu diatas batu yang berbentuk
kasur, Beliau dilihat oleh warga sekitar dan melaporkan kejadian
tersebut kepada raja Balanipa, kemudian beliau dijemput dan dibawa ke
Kerajaan Balanipa. Arayang pada saat itu adalah Daetta’ Tummuanae (Raja
ke-IV Kerajaan Balanipa).
Ketika berada di wilayah Kerajaan Balanipa Beliau memutuskan untuk
memilih tempat yang pedalaman agar lebih mudah untuk menyebarkan agama
islam. Wilayah pada saat itu disebut Pallis, Raja dipallis pada saat itu
Kannasunan. Dan pertama masuk islam pada saat itu adalah raja Pallis (
kannasunan ).
Pendapat Pundi (Tokoh Masyarakat Daerah Lambanan)
Mengatakan bahwa agama Islam mulanya dibawa oleh seorang berbangsa Arab
dan tiba diwilayah mandar pada abad ke 17, Beliau bernama Kapar. Beliau
menyebarkan agama islam di tanah mandar bersama dengan To Salama di
daerah Goa (Yusuf). Perayaan hari besar Islam di Balanipa tidak akan
terlaksana apabila Yusuf tidak ada. Hal ini dikarenakan saat itu Yusuf
bertindak sebagai khatib di Balanipa dan Beliaulah yang mengajarkan
tentang tata cara sebagai khatib.
Namun setelah beliau kembali ke Goa, Beliau digantikan oleh muridnya
yaitu Sopu Gus Diris yang dikuatkan dengan diberikannya sebuah SK
sebagai bukti pelimpahan wewenang sebagai khatib tanggal 5 Januari 1952
di Madjene.
Kapar (To Salama di Binuang) menyebarkan agama islam di Balanipa pada
masa kepemimpinan Raja ke-IV, Tomatindo di Burio yang merupakan
keturunan dari Torilaling (raja pertama). Islam berkembang luas di
daerah Balanipa dikarenakan oleh adanya dukungan penuh dari raja yang
berkuasa.
Penyebaran agama Islam pada masa itu terjadi secara berangsur-angsur
dikarenakan sebuah kepercayaan baru yang datang pada suatu wilayah
tentunya tidak akan langsung dapat diterima begitu saja. Sebelum Islam
masuk, masyarakat Mandar menganut kepercayaan animisme yang banyak di
pengaruhi oleh agama Budha dan Hindu dalam melakukan praktek-praktek
penyembahan kepada Tuhan Yang Maha Esa. Dan dalam penyelesaian
perselisihan atau sengketa di Tanah Mandar, kerajaan Balanipa memiliki 2
(dua) lembaga hukum yaitu:
1. Lembaga 1(Balanipa)
Dimana bala bararti sebuah kandang dan nipa adalah sejenis
tumbuh-tumbuhan yang dijadikan bahan dalam pembuatan kandang tempat
pertaruangan duel tikam menikam tersebut (berkelahi dalam kandang sampai
salah satunya tewas, dan tewas dinyatakan bersalah sedangkan yang hidup
dinyatakan benar).
2. Lembaga II (merendam tangan di air mendidih)
Yaitu mereka yang bersengketa merendam tangan di air mendidih (siapa
yang lebih dahulu mengangkat tangannya maka ia lah yang bersalah).
Secara psikologis, 2 (dua) lembaga peradilan tersebut adalah untuk
mempermudah penetapan hukum. Namun setelah Islam masuk dan diterima baik
oleh masyarakat, khususnya pihak Kerajaan. Hukum yang dijalankan pada
masa itu berangsur-angsur berubah dengan aturan-aturan yang ada di
ajaran Islam.
Pendapat Arifin (Penjaga Makam Syaeh Bil Ma’ruf)
Menyatakan bahwa Islam masuk ke Tanah Mandar pada Abad ke-17 dibawa oleh
Rahim Kamaruddin (Syaek Bil Ma’ruf), yang berasal dari Arab, Beliau
tiba di Kerajaan Binuang dengan satu tujuan menyebarkan Islam di Tanah
Mandar.
Ketika Beliau melaksanakan shalat, ada penduduk yang melihat, dan
langsung melaporkan kejadian tersebut kepada Raja. Rajapun menemui Syeik
Bil Ma’ruf untuk menanyakan siapa, dari mana, dan tujuan beliau datang
ke Binuang. Kemudian Syeik Bil Ma’ruf menjelaskan maksud dan tujuannya
yaitu menyebarkan Agama Islam. Awalnya Raja tidak percaya dan meminta
bukti-bukti.
Beberapa bukti yang beliau perlihatkan diantaranya :
1. Berjalan di atas air
2. Memegang bara api
3. Shalat di atas daun pisang
4. Berjalan di atas pohon kelapa
Setelah melihat bukti-bukti tersebut, Raja percaya dan memeluk agama
Islam, kemudian diikuti oleh para pejabat dan seluruh masyarakat.
Dari tiga pendapat diatas dapat ditarik sebuah kesimpulan, bahwa pembawa
agama islam di Tanah Mandar memiliki nama yang berbeda – beda dari tiap
wilayah. Namun setelah dilakukan penelitian dapat disimpulkan bahwa
pembawa agama Islam yang pertama kali ditujukan hanya pada satu orang
yaitu tosalama’ di Binuang.
Penyebaran Islam di Mandar
Penyebaran Islam di Tanah Mandar di mulai pada abad ke-17, oleh seorang
musyafir bangsa Arab yang bernama Kamaruddin Rahim (Syaek Bil Ma’ruf).
Awal penyebarannya Beliau menyebarkan agama Islam di Wilayah Kerajaan
Binuang, Ketika beliau melaksanakan sholat diatas batu yang berbentuk
kasur, Beliau dilihat oleh warga sekitar dan melaporkan pada raja
Binuang. Lalu beliau dijemput untuk dibawa ke Raja Binuang. Setelah
menghadap raja beliau menjelaskan maksud dan tujuannya. Hal tersebut
diterima baik oleh pihak kerajaan dan diikuti oleh seluruh masyarakat.
Setelah Islam diterima di kerajaan Binuang, Kamaruddin Rahim (Syaek Bil
Ma’ruf) memutuskan untuk melanjutkan perjalanan untuk menyebarkan agama
Islam, diantaranya Majene dan Mamuju. Dalam perjalanan (berlayar),
Beliau mendapatkan hambatan dilaut yaitu salah arah menuju ke Balanipa.
sehingga beliau memberi nama tempat itu Salahbose’. Dan pada saat itu
pula beliau memutuskan untuk singgah di Balanipa, diwilayah Toma’ngalle
(Toma’ngalle itu nama pada abad 17 dan sekarang diberi nama tammangalle )
untuk menyebarkan agama Islam.
Ketika beliau melakukan sholat, diatas batu yang berbentuk kasur. Beliau
dilihat oleh warga sekitar dan melaporkan pada raja Balanipa, lalu
beliau dijemput untuk dibawa ke Balanipa. Arayang pada saat itu daetta’
tummuanae (raja ke empat )
Setelah tiba dikerajaan, beliau memutuskan untuk memilih tempat yang
pedalaman agar lebih mudah untuk menyebarkan agama islam. wilayah pada
saat itu disebut Pallis, Raja dipallis pada saat itu Kannasunan. Dan
pertama masuk islam pada saat itu adalah raja Pallis ( kannasunan ).
Pada awal beliau melakukan syiar Islam di Balanipa beliau tidak langsung
mengajarkan Islam pada inti pokoknya yaitu mengenai tata cara shalat.
Melainkan dengan menjelaskan tahap awal, mulai dari tata cara
memberihkan diri, lalu berwhudu, kemudian tata cara shalat. Pada masa
penyebaran Islam di Balanipa tidak begitu mendapat hambatan karena
prilaku masyarakat setempat sudah mencerminkan prilaku Islam, Selain itu
juga Kamaruddin Rahim memang berperilaku baik dan sopan saat berkunjung
dan bersilaturahmi sehingga langsung diterima oleh masyarakat setempat.
Proses penyebaran Islam banyak dilakukan dengan cara mengislamkan
kebiasaan-kebiasaan daaerah setempat contohnya tradisi Sayyang Patu’du
yaitu kuda yang menari, pertama kali digunakan oleh Raja dan dijadikan
daya tarik untuk masyarakat khususnya anak-anak untuk mempelajari agama
Islam terutama dalam mempelajari Al-Qur’an.
Setelah Islam menyebar di Balanipa, Beliau kembali ke Binuang dengan
alasan karena tugas beliau telah selesai, dan setelah beberapa hari
kemudian beliau wafat. Sebelum beliau dimakamkan terjadi peristiwa hujan
lebat selama tiga hari tiga malam. Saat itu kalangan kerajaan sangat
pusing memikirkan letak pemakaman Syaek Bil Ma’ruf. Banyak yang
mengusulkan tempat pemakaman beliau, tetapi setelah disebutkan salah
satu tempat yaitu daerah Ammasangan hujan seketika berhenti. Kemudian
Raja memutuskan untuk memakamkan jasad to Salama di Ammasangan yang
sekarang bernama Pulau Salama.
Dibawa ini adalah dokumentasi tosalama’ di Binuang (Syaek Bil Ma’ruf) atau dikenal Kamaruddin Rahim :
Perkembangan Agama Islam di Mandar
Islam masuk ke Mandar dengan jalan damai pada abat 17 masehi, pengaruh
Islam mengalami perkembangan sekitar pada abad 18 masehi. Penyebaran
islam dilakukan dengan didahului para pemimpin kerajaan yang ada ditanah
Mandar. Dimulai dari ajaran membersikan diri sampai kepada tatanan atau
aturan dalam beribadah.
Masuknya Islam ditanah Mandar banyak mempengaruhi kebudayaan lokal.
Dalam bidang aturan dalam kepemimpinan, kehidupan, dan masih banyak
lagi. Berikut ini beberapa contoh perkembangan islam di berbagai
kerajaan yang ada di Tanah Mandar :
1. Pada masa kerajaan Balanipa
Kerajaan ini terletak di Kabupaaten Polman, Sulawesi Barat. Kerajaan ini
adalah kerajaan yang terbesar yang ada di Tanah Mandar, yang mempunyai
pengaruh yang sangat besar di Tanah Mandar. Dan sistem pemerintahan di
Balanipa pada saat itu dilakukan secara turun temurun atau dari genersi
ke generasi.
Perkembangan agama Islam pada masa kepemimpinan Raja ke-4 (empat),
memanfaatkan pemerintahannya untuk mengembangkan agama islam, dengan
ditandai dengan berdirinya sebuah tempat ibadah (mesjid) yang pada awal
mulahnya dikenal Langgar (yang dikenal di Sumatra dengan kata surau)
dimana digunakan sebagai tempat mengajar ajaran agama Islam.
Masjid yang pertama di Tanah Mandar terletak di Pallis atau yang dikenal
saat ini sebagai Desa Lembang dan masjid yang kedua didirikan di Desa
Tangga – taangga Kecamatan Tinambung, yang sekarang lebih dikenal
sebagai masjid Raja.
Masjid kedua ini berdiri hasil dari perpindahan mesjid pertama dengan
membawa empat tiang dan meninggalkan/menyisahkan kepala mesjid yang
dalam bahasa daerah disebut Coppo’ masigi.
2. Pada Masa Kerajaan Binuang
Kerajaan ini terletak di kabupaaten Polman, sulawesi barat atau yang
dekat dengan perbatasan Sul – Sel . Kerajaan ini adalah kerajaan yang
nomor 2 terbesar yang ada di Mandar, yang mempunyai kerjasama dengan
Kerajaan Balanipa, baik dalam perekonomian, budaya, dan lain – lain. Dan
sistem pemerintahan di Binuang pada saat itu dilakukan secara turun
temurun atau dari genersi ke generasi.
Dikerajaan Binuang adalah tempat dimana wafatnya Syaek Bil Ma’ruf
(Kamaluddin rahim). Pada waktu itu makam beliau dijadikan tempat ziarah
para umat muslim.
Ketika pada abad 18 masehi, yang berkuasa di Goa (Sul – Sel) masa itu
adalah islam Wahabi aliran ini tidak sepakat makam Kamaluddin Rahim
(Tosalama’ Binuang) dijadikan tempat Ziarah. Lalu dia mengambil tindakan
untuk menghancurkan makam tersebut, dengan membuang batu – batu
nisannya ke laut. Setelah selesai dibuang batu nisan itu kembali posisi
semula. Jadi makam itu tidak diganggu lagi hingga saat ini.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar